Cerbung,
College Life Part 5 (Ending)
Fahri POV’s
Rasanya jantung gue kayak mau lepas dari tempatnya. Deg-degan
bukan main! Entah kenapa, gue yakin banget akan segera mendapatkan perhatian
Ana –mendapatkan cinta? Hmm perhatian dulu deh. Karena menurut gue, berawal
dari perhatian maka akan menjadi suatu pengertian yang menjelma menjadi cinta.
Gue gak tau udah sejak kapan perasaan ini muncul. Yang gue
tau, makin hari, dia makin menarik. Makin ngebuat jantung gue gak bisa diem. Rasanya
pengen nyapa, tapi gue malu –iya, gue tau gue cowok, tapi tetap aja gak berani.
Maka dari itu gue mulai dari Whatsapp Ana jam 2 pagi berisi…
“Hai, Ana. Ini gue Fahri temen sekelas lo, tau kan? Gue mau
deket sama lo, boleh gak?”
Gak deh jangan kayak gitu, gue harus lebih cool. Akhirnya gue
apus, dan gue bikin yang baru.
“Eh, gue Fahry temen sekelas lo!”
Anjir gue kayak ngajak berantem. Gimana, ya enaknya?
Setelah beberapa lama gue nyari kata-kata, berakhirlah
dengan satu kata beserta satu nama:
“Ana..”
Cukup cool, kan ya? Gue anggap iya.
Akhirnya dengan harap-harap cemas gue nungguin balasan dari
Ana. Sejujurnya gue gak ngarep jawaban cepet sih karena udah jam dua pagi juga, gue tau diri. Kalau kalian protes,
maaf-maaf aja nih, keberanian gue baru keluar jam dua pagi soalnya.
Saat hendak beranjak tidur, tiba-tiba hp tersayang gue
bunyi! Dengan sigap gue langsung ngambil hp yang gak jauh dari tempat gue
gegoleran. Dan yes!
‘LINE Let’s Get Rich!’
Anjrit! Gue pikir dari Ana! Soalnya ringtone nya gue samain
semua sih!
Gue langsung lemes dan benar-benar niat buat tidur. Tapi gak
lama kemudian, hp gue bunyi lagi. Dengan males karena gue tau itu kiriman
Clover lagi, gue beneran tidur deh. Semoga besok pagi Clover gue penuh.
ANA POV’s
Kok nyebelin banget ya pemilik nomer yang baru aja
ngehubungin aku? Padahal ‘last seen’ nya belum lama tapi gak di read-read juga.
Foto Whatsapp nya Tsunade sang Hokage di serial anime Naruto lagi. Pasti dia
Ecchi!
Duh, malem-malem malah mikirin yang enggak-enggak. Udahlah daripada
gak tidur-tidur karena penasaran mending aku tidur lagi.
Eh tunggu. Serial anime Naruto? Tsunade? Mungkinkah itu
Remy?
Ah, gak mungkin. Pasti dia sudah block aku di berbagai
sosial medianya karena dia udah gak tertarik dan gak suka padaku. Jujur, aku
merasa sangat perih merasakannya. Aku jadi berniat tidak akan pernah lagi
berbicara padanya di kelas.
Tanpa terasa tetesan air yang terasa hangat pun menetes di
pipiku. Dan aku pun terlelap dalam mimpi.
REMY POV’s
Sumpah gue gak tau harus neghubungin Ana gimana! Biasany
setiap pulang kampus, gue selalu nanya apakah dia udah sampe rumah? Dan ngenarsis
ria apakah hari itu gue lagi tampan? Shit! Gue jadi kangen! Karena kalau gue
ngenarsis ria, dia bakalan masang emoticon atau sticker-sticker bête plus mual
yang lucu dan ngegemesin banget!
Gue bener-bener bisa bayangin gimana ekspresi dia kalau
seandainya gue ngomongin hal itu secara live.
Duh yaampun, kenapa semua kontak Ana bisa hilang sih?!
Normal POV’s – Kelas
Ana duduk di row pertama paling pojok dekat pintu. Seakan-akan
mem-blok semua hal yang ada, Ana meletakkan headset di telinganya dan membaca
novel yang sangat tebal. Sejujurnya bagi siapapun yang memperhatikan Ana dengan
jeli, pasti sadar kalau Ana tidak betul-betul membaca novel itu.
Tiba-tiba Ana menegang kala mendengar pintu berdecit beserta
aroma manis yang tak asing baginya. Tidak, Ana tidak mau melihat siapa yang datang
karena dia tau bahwa disitulah Remy ada. Remy pun memperhatikan Ana sekilas dan
berjalan menuju singgahsana favoritnya.
Disana, sudah tampak Fahry yang sedang membaca berbagai
catatan karena takut nanti ditanya-tanya oleh dosen yang menurutnya killer.
Sudah tiga SKS berlalu namun Remy hanya memperhatikan Ana
dari jauh. Ana pun hanya memandang sekilas dan seringkali pandangan mereka
bertemu. Berani taruhan jantung mereka saling bersautan layaknya genderang mau
perang?
Ya, terkadang cinta itu mudah diungkapkan. Hanya lewat
pandangan dan tatapan tajam sekilas saja orang-orang yang bersangkutan pasti
merasakan getaran itu.
Saat menuju pergantian mata kuliah, Ana melihat ponselnya
dan didapati pesan dari nomer tak dikenal yang menghubunginya semalam. Ana tersenyum
melihatnya begitu tau kalau itu adalah teman sekelasnya, Fahri, dan bukan orang
asing yang menjengkelkan.
Dengan percaya diri karena hanya menganggap Fahri teman
biasa, Ana pun menyapa Fahri saat Fahri berjalan di hadapan Ana.
“Hey, Fahri. Kenapa semalem chat gue?”
Fahri sejujurnya sangat kaget dengan sapaan Ana hari itu. Dirinya
tak pernah membayangkan hari itu akan terjadi di hari ini.
“Oh, hey. Nyapa doang, sih. Soalnya lo abis berisik di grup,
hehe.” Kata Fahri canggung.
“Ooo hahaha sorry kalau ganggu ya. Maklum, hp sepi, jadi
bikin rame deh.” Kata Ana tertawa lepas.
“Eh, enggak kok gak ganggu. Kalau hp lo sepi, gue bisa
ramein, hehe” kata Fahri masih kaku.
“Gak perlu repot-repot! Haha, tapi makasih ya!”
“Iya, hehe.”
Kecanggungan pun menyelimuti mereka berdua. Entah siapa yang
mau meninggalkan tempat terlebih dahulu, yang jelas Fahri tidak ingin momen itu
berakhir. Hingga akhirnya yang tidak di inginkan Fahri pun terjadi yaitu Remy
muncul menarik dirinya.
REMY POV’s
Jadi ceritanya gue abis dari toilet buang hajat. Lalu, gue
nyari Fahri gak ketemu-temu tapi sekalinya ketemu, doi bikin gue panas lantaran
lagi cekikikan sama gebetan gue di lorong. Tanpa pikir panjang, gue pun narik
Fahri.
“Eh, Ri. Lo punya kontak Ana?” Tanya gue hati-hati.
“Hmm kenapa emang?” Fahri malah nanya balik sambil salah
tingkah.
“Tadinye gue punya kontak dia tapi masa tiba-tiba ilang!”
“Emang buat apa kontaknya?” Tanya Fahri sinis.
“Buat… buat apa aja lah. Lo punya kan? Bagi dong!”
“Lo suka sama dia? Ngaku aja!” Fahri mulai menjengkelkan.
“Eh gue cuma minta kontaknya ya bukan berarti gue suka!”
Tiba-tiba gue sadar kalau Ana ada dibelakang gue sedari
tadi. Ya Tuhan! Air wajahnya kenapa? Kenapa dia terlihat sangat kecewa dan
sedih?
Normal POV’s
Ana sudah lama mendengar percakapan yang terjadi antara
Fahri dan Remy. Dirinya berpura-pura sibuk mencari sesuatu agar bisa mendengar
percakapan mereka lebih lama. Namun, yang Ana dapatkan hanyalah rasa pedih yang
entah kenapa ia rasakan menjalar dari hati hingga keseluruh darahnya.
Perih. Hanya itu yang bisa ia rasakan ketika mendengar Remy
berkata
“Eh gue cuma minta kontaknya ya bukan berarti gue suka!”
Entah itu pernyataan jujur atau bukan, menurut Ana, yang
jelas tak sepatutnya Remy berbicara keras-keras seperti itu. Ana pun langsung
berjalan cepat dengan ponsel di genggamannya. Ana bisa merasakan pandangan Remy
yang menusuk punggungnya.
Meski rada lola, akhirnya Remy memutuskan untuk mengejar
Ana.
“Eh Fahri, gue gak tau masalah lo apa sama gue. Yang jelas
gue gak suka cara lo mempermainkan gue kayak gini. Kalau emang dari awal lo gak
mau ngasih kontak Ana ke gue gara-gara lo ngerasa tersaingi, bilang aja kalau
lo juga naksir Ana! Bye bro. Cukup tau gue sama lo!”
Fahri gelagapan, bingung harus bagaimana ketika melihat Remy
mengejar Ana bagaikan mengejar cinta. Bagaimana kalau misalnya Remy mengatakan
cintanya dan kemudian di terima oleh Ana? Hanya itulah yang ada dibenak Fahri. Namun,
ia terlalu kaku dan tidak tau harus bagaimana. Baginya saat ini, kalau memang
Ana adalah jodohnya, mereka akan dipertemukan dan dipersatukan.
***
(Di lobby)
“Halo, saya Ana dari semester 1. Saya mau daftar seminar. Kemarin
sudah menghubungi contact personnya kok.” Ucap Ana berwibawa di stand pendaftaran seminar.
“Oh? Kamu Ana? Senang bertemu denganmu! Saya Gerry contact
person yang kamu hubungi!” Gerry tersenyum jail dengan Ana.
Ana pun mulai risih dan segera meminta form registrasi
seminar.
Remy yag menyadari keganjenan Gerry pun langsung mendekati
Ana dan menggenggam tangannya.
“Ana, gue mau ngomong sebentar.” Ucap Remy serius.
Ana langsung kaget dan jantungnya menari kegirangan akibat
hangatnya tangan Remy yang menyentuh kulit lembutnya. Remy pun merasakan
demikian, dia optimis akan mendapatkan hati Ana hari ini meski dirinya grogi
hampir gila!
Setelah berjalan beberapa lama, akhirnya Remy menghentikan
langkah di danau belakang perpustakaan. Saat itu matahari sedang bertengger
cantik nan menawan panasnya diatas kepala mereka. Namun, mereka tidak merasakan
sengatan matahari itu lantaran pohon setengah rindang yang menanungi mereka.
Dengan tatapan penuh arti, Remy menatap Ana tajam. Tangan mereka
pun masih belum terlepas dan terlihat seperti tidak mau terlepas.
Setelah kebisuan yang melanda, akhirnya Remy mengucapkan
sebuah kalimat yang sangat cepat. Namun intinya bisa ditangkap Ana.
“Gue suka sama lo! Mau gak jadi pacar gue? Gue tau ini
terlalu cepet tapi saingan gue makin banyak dan gue mau ikat lo langsung
sekarang! Gue gakmau main-main lagi.” Kata Remy dengan satu tarikan nafas.
“Maaf? Pelan-pelan dong ngomongnya.” Pinta Ana malu-malu
meski ia sudah mendengar inti dari pernyataan Remy.
Remu tersenyum melihat wajah Ana yang memerah dan entah
kenapa, Remy langsung merengkuh pipi kemerahan Ana dan mendekatkan wajahnya
dengan Ana. Dan yang didekati pun hanya terdiam terbawa suasana hingga akhirnya
angina semilir memainkan rambut mereka ditengah kecupan mesra pasangan baru
yang sedang dimabuk cinta.
The End.
0 comments: