Pinky Girl & Her Prince (2)

5:15:00 PM Fajria Anindya Utami 0 Comments

Hening...
Hanya keheningan yang melanda setelah kata-kata ketusku terlontar tegas dari lidahku. Kini aku menyalahi diriku sendiri.
Bodoh. Kenapa aku seketus itu? Lihat kan sekarang betapa kelunya lidahku untuk memulai percakapan kembali. Aku takut sekarang malah dia yang marah padaku. Aduh, apa yang harus kulakukan?
Aku mulai mengacak-acak koleksi CD di CD Box mobilku. Aku mencari CD Taylor Swift. Sengaja. Untuk melihat apakah dia masih ingat lagu kenangan kami. Saat dia mulai mengganti gigi. Tangannya perlahan menyentuh punggung tanganku. Aku tersentak menjauhkan tanganku dari tangannya.
Darah mendesir dari ujung kaki sampai ke ubun-ubun kepalaku. Pipiku panas. Mungkin sudah memerah karena malu dan canggung yang luar biasa. Dia melirik ke arahku dengan tatapan bingung. Aku mulai menundukan kepala. Kulihat kearah depan jalanan mulai macet. Oh ternyata hanya lampu merah. Jazz-ku yang dikendarai Galang perlahan berhenti.
Desiran darahku sudah kembali normal. Ini saatnya aku mencari CD Taylor Swift lagi. Pikirku. Hanya butuh beberapa detik mencari, aku langsung menemukannya. Kubuka perlahan dan kuletakkan CD itu kedalam DVD mobilku.
"Masih suka Taylor Swift?" kata Galang membuatku hampir menjatuhkan tempat CD Taylor Swift.
"Ada apa denganmu? Kau terlihat canggung sekali. Ini hanya aku, Lily. Galang Haikal. Aku bukan monster yang dapat membuatmu seperti orang ketakutan. Katakan padaku, ada apa?" lanjutnya panjang lebar.
"Tidak. TIdak ada apa-apa. Lihat, sudah lampu hijau!" kataku mengalihkan perhatian.
Aku tekan tombol play dan mulai mendengarkan album kompilasi Taylor Swift. Kudengarkan senandung petikan gitar dari Terdrops on my guitar. Aku mulai bersenandung kecil mengikuti suara Swift. Kulirik kaca disebelah kiriku. Ada mobil yang membuatku tertegun. Mobil berwarna hitam dengan atap yang terbuka. Bukan, bukan aku matre karena melihat mobil mewah itu. Tapi yang mengendarai mobil itu. Aku mengenal pria yang memakai t-shirt simple berwarna biru dongker didalam mobil mewah itu. Dia......anak angkuh dikampusku dulu. Hans namanya. Aku benar-benar sebal dengan tingkahnya yang sombong itu. Yaaaa semua juga tau dia anak menteri. Menurutnya semua wanita akan tergila-gila padanya saat dia membuka kacamata hitamnya. Dan menarik bibir untuk membentuk senyum simpul yg katanya menawan itu. Menurutku, tampang bukanlah segalanya. Kepribadian & keimanan yang terpenting.
Lamunanku buyar ketika lagu berganti menjadi Mine. Ini yang aku tunggu. Aku mulai bersenandung lagi mengikuti suara lembut Swift. Kulihat Galang. Oh gosh... apa yang kulihat? Dia juga bersenandung. Saat aku melihat arah kedepan. Sudah ada gapura raksasa bertuliskan "SELAMAT DATANG DIKOTA DEPOK" ini berarti sedikit lagi sampai rumah. Kebetulan, rumahku & rumah Galang satu komplek. Hanya berbeda blok.
Jalan Raya Margonda sangat lengang dikamis siang saat kebanyakan orang sedang sibuk-sibuknya. Sementara aku memilih cuti hanya untuk menjemput Galang. Mataku terbelalak ketika Galang membelokan mobil ke Margo City Depok. Aku hanya menatapnya. Belum sempat bicara dia sudah bilang "Aku ingin membeli beberapa Donat J.Co & mengajakmu makan siang di Restaurant favourit-mu" aku hanya tersenyum & mengangguk setuju. Aku sempat memikirkan restauran apa yang dimaksud? Benarkah Ia masih ingat restaurant favorite-ku?
Galang memarkirkan mobil dengan telaten. Tak sepertiku yang sering menabrak tong sampah. Ia mematikan mesin & menarik kembali rem tangan seperti sediakala. Kami turun secara hampir bersamaan. Aku menutup pintu & membenarkan cardigan putihku. Kusisir rambutku dengan jari.
"Ayuk..." ajak Galang.
"Tasku!" pekikku kaget.
"Buka mobil-ku, tasku didalam" lanjutku dengan mulai agak tenang.
"Ini apa?" kata Galang menunjukan tas putihku.
"Oh kau pencuri..." tuduhku jahil & mulai berjalan mendekat ke arah Galang.
"Tidak. Aku mengambilkannya untukmu saat kau lengah" katanya sedikit serius.
"Okay. Mau makan dulu atau beli Donat?"
"Makan dulu ya. Cacing diperutku sangat jahil menggelitiki perutku untuk makan dulu bersamamu." lirihnya jahil.
"Baiklah. Aku tau kau merindukanku" kataku spontan. Dan sedikit kaget. Kata-kata itu meluncur begitu saja.
"Yaa, kau benar. Aku sangat merindukanmu..." katanya. Aku kaget sekaligus senang bukan main.
"Wahai kau bunga di tas ini" katanya tertawa.
"Kau ini! Garing sekali!" pekikku saat langkah kami sudah mulai menepak kedalam Mall.
"Lihat! Kau masih sama lucunya dengan pipi gembul yang merah itu"
Oh tidak, pipiku akan semakin merah dibilang seperti itu. Jujur, itu seperti pujian. Atau malah sebuah hinaan?
"Cukup, Galang Haikal!"
"Baik-baik. Mau makan di Solaria atau Barra di Cafe?"
Aku baru ingin mengatakan.....
"Oke. Biar aku tebak. Pasti Barra di Cafe!"
"Yeah kau benar." aku membenarkan.
Lucu juga ya saat keadaan sudah mencair begini. Pikirku.
Tiba-tiba perhatianku tertuju pada seorang Pria. Pria yang tadi jg kulihat di jalan. Hans. Untuk apa dia jauh-jauh ke Depok? Rumahnya kan di Pondok Indah. Kenapa dia gak ke Pondok Indah Mall? Merusak pemandangan saja.
Tapi tunggu. Ada apa dengannya? Terlihat kacau. Hanya mengaduk-aduk Frapucinno ala Starbucks yang dipesannya. Aku sedikit tertarik ada apa dengan Pria Slengeean seperti Hans?
"Hey, kok berhenti?" pekik Galang yang membuatku kaget.
"Ada apa dengan Pria itu? Kau mengenalnya?" lanjutnya dengan menunjuk Hans.
"Yeah, just friend" kataku tersenyum
"He's look terrible"
"Yeah, you're right" kataku setuju.
"Okay Nyonya Lily. Aku sudah sangat lapar. Ayo kita makan!" katanya manja sehingga membuatku tersenyum.
"Iya ayo" kataku lembut seperti seorang Ibu yang sedang menuruti kemauan anaknya.
Kami menyusuri dalam Mall. Menuju ke arah Bara di Cafe. Kami berjalan bersandingan. Kulirik ke arahnya. Ia sangat tinggi sekarang. Padahal tinggiku sudah hampir 170cm tanpa high heels. Kebetulan saat ini aku sedang mengenakan flat shoes, skinni jeans berwarna krem, tangtop merah yang dilapis cardigan putih. Rambutku kubiarkan tergerai. Kami berhenti didepan Bara di Cafe. Cukup aneh memang. Seharusnya kan kami langsung masuk.
"Ada apa lagi, Lily? Ayo masuk" kata Galang seperti Tuan Rumah
 "Tidak! Kenapa kau berhenti? Aku kan jadi ikut berhenti." kataku
 "Okay, okay." katanya sembari mencari tempat duduk.

You Might Also Like

0 comments:

Rabu, 29 Agustus 2012

Pinky Girl & Her Prince (2)

Hening...
Hanya keheningan yang melanda setelah kata-kata ketusku terlontar tegas dari lidahku. Kini aku menyalahi diriku sendiri.
Bodoh. Kenapa aku seketus itu? Lihat kan sekarang betapa kelunya lidahku untuk memulai percakapan kembali. Aku takut sekarang malah dia yang marah padaku. Aduh, apa yang harus kulakukan?
Aku mulai mengacak-acak koleksi CD di CD Box mobilku. Aku mencari CD Taylor Swift. Sengaja. Untuk melihat apakah dia masih ingat lagu kenangan kami. Saat dia mulai mengganti gigi. Tangannya perlahan menyentuh punggung tanganku. Aku tersentak menjauhkan tanganku dari tangannya.
Darah mendesir dari ujung kaki sampai ke ubun-ubun kepalaku. Pipiku panas. Mungkin sudah memerah karena malu dan canggung yang luar biasa. Dia melirik ke arahku dengan tatapan bingung. Aku mulai menundukan kepala. Kulihat kearah depan jalanan mulai macet. Oh ternyata hanya lampu merah. Jazz-ku yang dikendarai Galang perlahan berhenti.
Desiran darahku sudah kembali normal. Ini saatnya aku mencari CD Taylor Swift lagi. Pikirku. Hanya butuh beberapa detik mencari, aku langsung menemukannya. Kubuka perlahan dan kuletakkan CD itu kedalam DVD mobilku.
"Masih suka Taylor Swift?" kata Galang membuatku hampir menjatuhkan tempat CD Taylor Swift.
"Ada apa denganmu? Kau terlihat canggung sekali. Ini hanya aku, Lily. Galang Haikal. Aku bukan monster yang dapat membuatmu seperti orang ketakutan. Katakan padaku, ada apa?" lanjutnya panjang lebar.
"Tidak. TIdak ada apa-apa. Lihat, sudah lampu hijau!" kataku mengalihkan perhatian.
Aku tekan tombol play dan mulai mendengarkan album kompilasi Taylor Swift. Kudengarkan senandung petikan gitar dari Terdrops on my guitar. Aku mulai bersenandung kecil mengikuti suara Swift. Kulirik kaca disebelah kiriku. Ada mobil yang membuatku tertegun. Mobil berwarna hitam dengan atap yang terbuka. Bukan, bukan aku matre karena melihat mobil mewah itu. Tapi yang mengendarai mobil itu. Aku mengenal pria yang memakai t-shirt simple berwarna biru dongker didalam mobil mewah itu. Dia......anak angkuh dikampusku dulu. Hans namanya. Aku benar-benar sebal dengan tingkahnya yang sombong itu. Yaaaa semua juga tau dia anak menteri. Menurutnya semua wanita akan tergila-gila padanya saat dia membuka kacamata hitamnya. Dan menarik bibir untuk membentuk senyum simpul yg katanya menawan itu. Menurutku, tampang bukanlah segalanya. Kepribadian & keimanan yang terpenting.
Lamunanku buyar ketika lagu berganti menjadi Mine. Ini yang aku tunggu. Aku mulai bersenandung lagi mengikuti suara lembut Swift. Kulihat Galang. Oh gosh... apa yang kulihat? Dia juga bersenandung. Saat aku melihat arah kedepan. Sudah ada gapura raksasa bertuliskan "SELAMAT DATANG DIKOTA DEPOK" ini berarti sedikit lagi sampai rumah. Kebetulan, rumahku & rumah Galang satu komplek. Hanya berbeda blok.
Jalan Raya Margonda sangat lengang dikamis siang saat kebanyakan orang sedang sibuk-sibuknya. Sementara aku memilih cuti hanya untuk menjemput Galang. Mataku terbelalak ketika Galang membelokan mobil ke Margo City Depok. Aku hanya menatapnya. Belum sempat bicara dia sudah bilang "Aku ingin membeli beberapa Donat J.Co & mengajakmu makan siang di Restaurant favourit-mu" aku hanya tersenyum & mengangguk setuju. Aku sempat memikirkan restauran apa yang dimaksud? Benarkah Ia masih ingat restaurant favorite-ku?
Galang memarkirkan mobil dengan telaten. Tak sepertiku yang sering menabrak tong sampah. Ia mematikan mesin & menarik kembali rem tangan seperti sediakala. Kami turun secara hampir bersamaan. Aku menutup pintu & membenarkan cardigan putihku. Kusisir rambutku dengan jari.
"Ayuk..." ajak Galang.
"Tasku!" pekikku kaget.
"Buka mobil-ku, tasku didalam" lanjutku dengan mulai agak tenang.
"Ini apa?" kata Galang menunjukan tas putihku.
"Oh kau pencuri..." tuduhku jahil & mulai berjalan mendekat ke arah Galang.
"Tidak. Aku mengambilkannya untukmu saat kau lengah" katanya sedikit serius.
"Okay. Mau makan dulu atau beli Donat?"
"Makan dulu ya. Cacing diperutku sangat jahil menggelitiki perutku untuk makan dulu bersamamu." lirihnya jahil.
"Baiklah. Aku tau kau merindukanku" kataku spontan. Dan sedikit kaget. Kata-kata itu meluncur begitu saja.
"Yaa, kau benar. Aku sangat merindukanmu..." katanya. Aku kaget sekaligus senang bukan main.
"Wahai kau bunga di tas ini" katanya tertawa.
"Kau ini! Garing sekali!" pekikku saat langkah kami sudah mulai menepak kedalam Mall.
"Lihat! Kau masih sama lucunya dengan pipi gembul yang merah itu"
Oh tidak, pipiku akan semakin merah dibilang seperti itu. Jujur, itu seperti pujian. Atau malah sebuah hinaan?
"Cukup, Galang Haikal!"
"Baik-baik. Mau makan di Solaria atau Barra di Cafe?"
Aku baru ingin mengatakan.....
"Oke. Biar aku tebak. Pasti Barra di Cafe!"
"Yeah kau benar." aku membenarkan.
Lucu juga ya saat keadaan sudah mencair begini. Pikirku.
Tiba-tiba perhatianku tertuju pada seorang Pria. Pria yang tadi jg kulihat di jalan. Hans. Untuk apa dia jauh-jauh ke Depok? Rumahnya kan di Pondok Indah. Kenapa dia gak ke Pondok Indah Mall? Merusak pemandangan saja.
Tapi tunggu. Ada apa dengannya? Terlihat kacau. Hanya mengaduk-aduk Frapucinno ala Starbucks yang dipesannya. Aku sedikit tertarik ada apa dengan Pria Slengeean seperti Hans?
"Hey, kok berhenti?" pekik Galang yang membuatku kaget.
"Ada apa dengan Pria itu? Kau mengenalnya?" lanjutnya dengan menunjuk Hans.
"Yeah, just friend" kataku tersenyum
"He's look terrible"
"Yeah, you're right" kataku setuju.
"Okay Nyonya Lily. Aku sudah sangat lapar. Ayo kita makan!" katanya manja sehingga membuatku tersenyum.
"Iya ayo" kataku lembut seperti seorang Ibu yang sedang menuruti kemauan anaknya.
Kami menyusuri dalam Mall. Menuju ke arah Bara di Cafe. Kami berjalan bersandingan. Kulirik ke arahnya. Ia sangat tinggi sekarang. Padahal tinggiku sudah hampir 170cm tanpa high heels. Kebetulan saat ini aku sedang mengenakan flat shoes, skinni jeans berwarna krem, tangtop merah yang dilapis cardigan putih. Rambutku kubiarkan tergerai. Kami berhenti didepan Bara di Cafe. Cukup aneh memang. Seharusnya kan kami langsung masuk.
"Ada apa lagi, Lily? Ayo masuk" kata Galang seperti Tuan Rumah
 "Tidak! Kenapa kau berhenti? Aku kan jadi ikut berhenti." kataku
 "Okay, okay." katanya sembari mencari tempat duduk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar