Cerpen,

Takperlu Kuungkapkan (2)

8:47:00 PM Fajria Anindya Utami 0 Comments



                Semalaman Andini tidak bisa tidur memikirkan Randy Assegaf. Foto yang di genggampun tak terlepas dari tidurnya.
***
                “Nay! Naya! Disini!”  teriak Dini memanggil seorang wanita dengan tinggi semampai di kuncir kuda. Anak rambutnya dibiarkan menari di pelipisnya. Semakin menegaskan rahang di wajah ovalnya. Wanita itupun berjalan tergesa-gesa menuju arah suara.
                “Ada apa, Din? Se-urgent apa sih beritanya? Sampe mimpi indah gue terganggu ngedenger i-messages dari lo,” cerocos Naya sambil mecondongkan wajahnya.
                “Hehe, sorry beib.. lo mau pesen apa? Sini gue pesenin,”
                “Bayarin sekalian yaa. Gue lagi pengen gado-gado Bu Marni, nih.”
                “Sip,”
                Andini berjalan anggun menyusuri kerumunan. Padahal masih jam sembilan pagi, tapi Cafetaria FMIPA sudah mulai ramai. Mungkin banyak yang belum sarapan. Maklum, kebanyakan anak disini adalah anak kos.
                Andini pun memesan pesanan Naya. Selang beberapa lama, gado-gado pesanannya pun jadi.
                “Ah, thankyou my bestieee,” ucap Naya dengan nada bangga ketika memanggil wanita cantik didepannya dengan sebutan ‘bestie’
                “My pleasure as well, hun”
                “Oke, sambil gue makan, lo harus mulai cerita. Ada apa sebenarnya? Sampe lo susah tidur dan kemudian punya mata panda kayak begini?” ucap Naya khawatir.
                Andini mulai mengeluarkan selembar foto.
                “Jangan lihat belakang foto ini, sebelum lo kenali betul siapa orangnya! Lo kan humas di kampus kita, lo pasti kenal sedikit-banyak mahasiswa disini kan?” ucap Andini sebelum memberikan foto tersebut.
                “Bawel. Sini coba gue liat!” ucap Naya tak sabaran.
                Naya menerka-nerka foto yang sedang dipegangnya. Antara ragu, dia akhirnya menjawab.
                “Dia bukan anak sini. Anak fakultas lain. Lebih tepatnya, fakultas psikologi” ucap Naya gamblang.
                “Serius? Semester berapa?”
                “Yang jelas, dia senior kita.......... Tunggu. Masa lo gak inget sih dia siapa?” ucap Naya setengah mengunyah gado-gadonya.
                “Enggak. Emang dia siapa?” ucap Andini bingung.
                Naya geleng-geleng “Dia Kak Randy yang nolong elo waktu lo kesasar di hutan. Dia senior cowok yang paling pertama sadar pas lo ilang. Lo gak inget?”
                “Astagfirullah. Enggak, gue gak inget sama sekali. Lo kan tau gimana keadaan gue waktu itu”
                “Iya bener juga. Lo kacau banget. Tanah dimana-mana, lo pun gak bisa melek karena banyak tanah di mata lo. Lo emang abis main tanah? Haha,” ucap Naya meledek
                “Jahat lo, beib. Gue masih trauma nih sama hutan,”
                “Iya iya, sorry.” Ucap Naya sambil minum Es Teh manis milik Andini “Sekarang, gue boleh liat belakangnya?”
                “Ya, silahkan. Toh, lo udah tau siapa orangnya.”
                “Wuidih. Ada nomer ponselnya segala. Hmmm, pertanyaan gue sekarang adalah... darimana lo dapet foto ini?” tanya Naya penuh selidik.
                “Nih, dari halaman paling belakang buku ini.” Andini menyodorkan buku yang tidak terlalu tebal dengan cover bergambar sepasang kekasih yang sedang bergandengan dan dibelakangnya ada seorang pria yang memperhatikan dengan penuh kepedihan.
                “Buku ini??? Buku dari penggemar rahasia lo?! Gilaaaaaa! Beruntung banget lo di taksir sama Kak Randy!” teriak Naya sumringah.
                “Ett bocah. Pelan-pelan!”
                “Ups, sorry. Jadi, lo mau cari tau tentang dia?” tanya Naya penuh selidik.
                “Mungkin,”
                “Trus, lo sama Lana gimana?”
                “Gak gimana-mana. Gue cuma penasaran kok. Gak akan berimbas ke hubungan gue sm dia,” ‘mudah-mudahan’ lanjut Andini dalam hati.
***
                Pagi hari yang cerah ketika tiga orang gadis memperhatikan seorang pria tampan memarkirkan Kawasaki Ninja berwarna hijau miliknya.
                “Sana buruan! Ntar Kak Lana keburu pergi,” kata salah satu gadis.
                “Iya sana! Jangan kayak kemarin-kemarin ya! Bisanya cuma ‘Hai Kak Lana, apa kabar?’ setelah    dia jawab, kamu malah kabur.” Kata gadis lainnya
                “Aku takut. Duh, doain aku ya!” ucap gadis yang sedaritadi di desak oleh teman-temannya.
                Ketiga gadis ini masih lengkap dengan atribut OSPEK mereka. Politeknik Negeri Jakarta memang sedang melangsungkan OSPEK. Gadis berpipi tirus terus berjalan dengan keyakinan seperti biasa. Segenggam cokelat yang ia bawa selalu terlihat sama seperti cokelat yang ia bawa hari kemarin. Namun, siapa sangka bahwa itu adalah cokelat yang baru saja ia beli di supermarket. Dengan tambahan pita hijau di atas bungkus cokelat yang masih sangat terlihat rapi.
                Seketika gadis yang membawa cokelat itu berhenti. Ia ragu. Ia menoleh ke arah teman-temannya. Seakan bertanya, teman-temannya berkata “Ayo terus! Cepet! Ntar keburu pergi!” dengan setengah keberanian yang mulai memudar. Gadis yang membawa cokelat kemudian setengah berlari menghampiri pria tampan dengan leather jacket-nya yang sedang berbincang dengan salah satu temannya di pelataran parkiran.
                “Hai, Kak Lana. Apa kabar?” tanya sang gadis dengan meletakkan cokelatnya di belakang punggungnya.
                “Baik,” yang di sapa pun hanya menoleh sepintas kemudian melanjutkan obrolannya.
                Sang gadis hendak kabur seperti kemarin pagi di tempat yang sama. Namun teman-temannya mencegat dan meraih cokelat yang di genggamnya.
                “Hai, Kak Lana. Ini cokelat dari Amel. Dimakan ya, Kak. Semoga kakak suka,” kata salah satu temannya sambil menunjuk ke arah Amel yang tengah memerah.
                Teman Lana pun tertawa kecil mendengarnya. Kemudian berkata “Gue duluan ya, Lan. Di panggil Tony,” masih sambil tertawa. Kali ini, tawanya menjadi nyaring.
                “Kenapa gak kabur aja lagi kayak kemaren? Gue males ngadepin anak ABG kayak kalian. Lain kali kalo ada apa-apa to the point aja. Gak usah basa-basi dengan nanya kabar. Kayak kerabat lama aja! Emang lo siapanya gue?” ucap Lana pedas.
                Wajah Amel kian memerah. Bibirnya menjadi pucat. Tangannya mendingin. Matanya panas. Amel tidak menyangka akan di sembur sedemikian rupa oleh Kak Lana. Dia memang pria yang dingin dan ketus. Amel tau hal itu. Tapi Amel tak menyangka perbuatannya balakangan ini malah membuatnya jengah.
                Kak Lana pun pergi tanpa menyentuh cokelat dari Amel.
                “Kak! Gak seharusnya kakak bersikap kayak gitu! Mentang-mentang kakak seorang senior. Bisa gitu ya nyemprot kata-kata pedas ke junior?” kata teman Amel yang lainnya.
                Kak Lana pun tetap berjalan tanpa menoleh. Namun dalam hatinya berkata.
                “Tidak. Jangan lagi. Jangan terulang lagi.”

0 comments:

Diary,

Kebahagiaan yang sederhana

7:08:00 PM Fajria Anindya Utami 0 Comments

Aku belum pernah merasakan hal ini sebelumnya.

Mungkin, memeluknya saat ia mengendarai motor adalah hal yang biasa. Tapi untuk hari ini, kebahagiaan yang menyelimuti hatiku seakan tak ternilai.
Lalu, meletakkan daguku di pundaknya, dan membiarkannya menyentuh hidung atau pipi atau juga bibirku dengan kelembutan jarinya merupakan hal yang biasa kurasakan.
Tapi kali ini, saat aku menemaninya melakukan hobinya, aku merasakan hal yang berbeda, aku menjadi semakin yakin sosoknya hanya untukku.

Saat ia datang dengan motor hijaunya, aku sempat ingin keluar dahulu dan berkata bahwa aku tak jadi ikut. Namun, otakku bekerja lebih cepat. Aku memikirkan "Seandainya kubiarkan dia pergi dengan teman-temannya, aku akan di diami begitu saja. Ya, lebih baik aku ikut. Aku bisa melihatnya menendang2 benda bulat yang sangat disukainya," fikirku.
Akhirnya aku menemaninya. Walaupun begitu sampai parkiran sempat ada percakapan yang membuatnya kaget.
"Aku pulang aja kaliya," kataku menerka-nerka.
"Loh, Sayang? Kenapa? Kok gitu?" tanyanya kaget.
"Aku takut bete. Aku juga takut di marahi Umi kalo pulang kesorean," jawabku menunduk dengan menatap kosong ke buku yang kubawa.
"Sebentar kok, jam 4 sore udah sampe rumah deh" katanya dengan seulas senyum dibibir tipisnya.
"Hmm, ya, okelah," kataku pada akhirnya.
Kami berjalan bersandingan seperti biasa. Saat berjalan dengan perjalanan yang cukup jauh, kakiku mulai lemas karena belum makan.
"Duh, kakiku kok lemes banget ya?" tanyaku.
"Lemes, Sayang? Mau aku gendong?" tanyanya menggoda.
"Hey, yang bener aja."
Kekasihku hanya tertawa. walaupun saat itu jalan amat sepi, tetap saja aku malu.

Saat hampir sampai gor, kami masih harus menaiki tanjakan yang tidak terlalu tinggi, tetapi membuatku sangat lemas. Saat itu juga Ia langsung menyambar tanganku, dan kubiarkan Ia menariknya sesuka hatinya.
Begitu sampai di gor, aku duduk dengan tak bertenaga. Ia juga duduk di sampingku sambil merayu dan memanjakanku seperti biasa. Menarik hidungku, mencubit pipiku bahkan meraup wajahku. Semua sudah biasa kurasakan walau sering ku mencelos berkata "Jangan pegang-pegang! Entar kalau aku jadi jerawatan gimana? Tangan kamu kan banyak kumannya," dan seperti biasa pula Ia hanya tertawa mendengarnya.
Huh, kekasihku. Ia memang selalu seperti itu. Meledek.
"Sayang, lemes banget ya?" katanya dengan setengah berdiri dan memanjakan dihadapanku dan teman-temannya.
"Iya nih aduh, kakiku ngilu disini, enggak tau kenapa," kataku bingung sambil menunjuk ke betis di kaki kiriku. 
Tanpa diminnta, Ia langsung duduk dan meletakan kakiku di atas pahanya. Kemudian Ia mulai memijat kakiku mulai dari lutut hingga betis. Aku hanya mengerang. Karena, jujur sekali. Kakiku benar-benar ngilu yang teramat sangat. Ia tertawa melihatku mengerang sambil menahan tawa. Aku menahan tawa karena juga geli. Ya, jujur saja, aku memang tipe orang yang mudah geli.

***

Sebelum bermain, seperti biasa, Ia meminta semangat padaku melalu sebuah high five dan Ia juga merangkul serta meremas sedikit pundak kurusku. Saat Ia mulai bermain dengan benda bulatnya, aku hanya memerhatikan sesekali dan membaca novel yang kubaca. Baru bermain beberpa menit, Ia menyudahinya karena suatu alasan. Aku mendengarkan curahan hatinya dengan seksama dengan Ia di samping kiriku. Kami dekat. Sangat\dekat.Pundak kami menyatu, dan aku mulai merebahkan kepala lelahku di pundaknya yang kokoh. Karena sadar itu tempat umum, aku menarik kembali kepalaku dan tetap mendengarkan curahan hatinya. Tak lama, kami pulang. Dengan masih sangat lelah aku berjalan sampai ketempat dimana motor kekasihku di parkirkan. Aku sangat lemas, hingga akhirnya Ia menyadari dan kembali menggandeng lembut tanganku. Aku sangat menyukai hal itu. Walau tak sering Ia menggandengnya, tapi aku sangat bahagia. Hanya 2-3x Ia menggandengku tapi menjadi sesuatu yang membuatku tersenyum sepanjang jalan. Aku merasa terlindungi dan dikasihi diperlakukan seperti itu. Walau sering aku merasakannya, tapi kali ini semakin paham arti dari sosok hadirnya yang hanya mencintaiku. Dan hanya untukku. Semoga.

0 comments:

Cerpen,

Takperlu Kuungkapkan

7:27:00 PM Fajria Anindya Utami 0 Comments

"Itu? Namanya siapa?" bisik pria berwajah lancip.
Pria berkacamata pun hanya mengangguk dan berkata "Namanya Andini Ratnasari" pria berkacamatpun tersenyum lebar ketika menyebutkan nama wanita yang mereka perhatikan sedaritadi. Wanita dengan rambut cokelat lurus tanpa poni yang membiarkan kening indahnya terpapar sinar matahari pagi.
"Anak mana?" ucap lagi pria berwajah lancip.
"Anak orangtuanya lah," pria berkacamata memulai guyonannya. Pria berwajah lancip pun memukul dengan cukup keras sampai pria berkacamata mengaduh.
"Serius dong, bro" mohon pria berwajah lancip.
Pria berkacamat tersenyum dan berkata "Anak Sience semester 3,"
"Sejak kapan lo suka?"
"Sejak pertamakali liat dia ospek,"
"Rumahnya dimana?"
"Di daerah Kalibata timur,"
"Tau persis alamat dan bentuk rumahnya?" tanya pria berwajah lancip.
"Tau. Tapi gak hafal alamat bakunya. Kalau jalannya ya tau. Rumahnya sederhana, ibunya cantik persis Dini,"
"Nama panggilannya Dini?"
"Yap,"
"Hobbynya apa?"
"Baca novel. Dia juga suka banget nyanyi. Keliatan dari koleksi rekaman suaranya di soundcloud. Gue juga punya beberapa rekamannya. Soalnya ada yang beberapa yang diprivasi dan gakbisa di download."
"Wow. Soundcloudnya juga lo tau! Trus apalagi yang lo tau?"
"Twitter. Facebook. Path. Line sampe nomer handphone nya juga gue tau."
"Trus bro?" tanya pria berwajah lancip tak sabaran.
"Dia suka bawa motor. Motornya Honda Scoopy warna pink. Dia suka banget warna pink. Makanya gue suka nyelipin hadiah berwarna pink di lokernya."
"Trus trus?" pria berwajah lancip kembali tak sabaran.
"Gue bener-bener suka sama kepribadiannya, bro. Jatuh cinta banget gue."
"Dan... dia tau?"
"Sepertinya enggak. Gue sengaja gakmau nunjukin," ucap pria berkacamata murung.
"Loh? Kenapa?" tanya pria berwajah lancip heran. Ia tau betul bahwa sahabatnya bukan tipe pria seperti itu.
"Dia udah punya pacar,"
Pria berwajah lancip sedikit kaget. Dan kembali bertanya "Siapa pacarnya? Udah berapa lama hubungannya?"
"Anak Politeknik Negeri jurusan otomotif. Namanya Raden Maulana. Liat aja, hari ini Dini gakbawa motor ntar juga dijemput,"
"Trus? Udah berapa lama hubungannya?" tanya pria berwajah lancip tak sabaran.
"Lima tahun setengah,"
Pria berwajah lancip membuka mulutnya kaget. Sekarang Ia mengerti mengapa sahabatnya tak berani menunjukan rasa cintanya.
"Oke kalau begitu. Lo gakboleh ngeliat pemandangan menyakitkan. Lima tahun setengah, gila. Pasti ntar di motor Dini bakal meluk Raden-Raden itu. Ayo pergi secepat mungkin,"
Pria berkacamata tersenyum dan berkata "Gue udah biasa liatnya. Gue malah bahagia ngeliat dia ketawa-ketawa sama Raden Maulana itu. Gue gak berani ganggu hubungan mereka karna gue tau banget Raden Maulana pria yang baik buat Dini. Mungkin jauh lebih baik dari gue,"
"Gila emang lo bro. Anak psikolog yang gila. Kalo gue jadi lo, gue pasti udah hajar abis-abisan. Gue pasti panas banget." ucap pria berwajah lencip tak sabaran.
"Hahaha, emang gue kayak lo apa. Kuliah Fakultas Psikologi. Tapi sifat kayak Psikopat. Hahaha" pria berkacamata tertawa renyah.

Mereka masih memperhatikan Dini. Dini yang daritadi hanya mengaduk-aduk minuman yang dipesannya. Kini mulai membuka sebuah buku.
"Lihat deh, bro." pinta pria berkacamata.
"Kenapa?" tanya pria berwajah lancip bingung.
"Dia makin cantik ya kalo lagi baca buku. Itu buku dari gue."
"Buku apaantuh?" tanya pria berwajah lancip yang kembali bingung.
"Buku novel tentang seorang pria yang jatuh cinta diam-diam pada seorang wanita yang sudah bahagia bersama kekasihnya,"
"Edodo e... Lo banget, bro!" ucap pria berwajah lancip sembari menepuk pundak sahabatnya.
"Eh liat! Raden dateng!" pria berkacamata menunjuk seorang pria yang menaiki Ninja Kawasaki berwarna hijau yang sedang melepas helm full face miliknya.
"Ah. Gak ganteng bro. Biasa aja. Gantengan lo. Tapi lo sama gue gantengan gue ya..." guyon pria berwajah lancip.
"Sial!" kini pria berkacamata yang menepuk pundak sahabatnya.
Sepasang sahabat seperjuangan masih terus memperhatikan seorang pria bermata sipit dengan hidung yang tidak terlalu mancung dan kulit yang eksotis mengecup lembut kening Dini.
Dini dan pria itu berbicara dengan senyum kebahagiaan diwajahnya masing-masing.
"Yuk pergi," pinta pria berwajah lencip.
"Tunggu Dini bangun dan gandengan sama Raden," masih ada senyum di sudut wajah pria berkacamata.
"Nah tuh udah. Ayo pergi,"
Mereka pergi dengan langkah kaki bersamaan. Tak lama, pria berwajah lancip merangkul pria berkacamata.
Dini dan Raden berjalan bersandingan sebagai sepasang kekasih yang sangat bahagia dan serasi.
Raden mulai menaiki motornya. Detik pertama, Ia mencantolkan kunci dan memutar kunci tersebut sebagaimana mestinya. Lalu menekan kopling dan memasukan gigi.
"Sayang? Ayo.." pinta pria bersuara lembut yang telah diketahu bernama Raden.
Dini baru saja tak sengaja membuka setiap halaman buku yang sedaritadi Ia bawa. Disitu ada sebuah foto seorang pria berkacamata, berkulit eksotis dengan hidung mancung dan bibir tipis sedang menggunakan mantel hangat cokelat dengan background pemandangan beserta air terjun. Ketika ditegaskan. Dini merasa itu adalah pria yang sedaritadi memperhatikannya. Kemudian Dini membalik foto tesebut dan ditemukanlah sebuah nama lengkap beserta nomer telefon. Randy Assegaf: 082121345689

0 comments:

Annoy,

Pertanyaan, Perbedaan

6:38:00 PM Fajria Anindya Utami 0 Comments

Sebenarnya apasih yang akan kamu lakukan ketika seorang yang dulu sangat berharga dihidupmu -sampai kau meninggalkan seseorang yang telah menganggapmu sebagai harta yang paling berharga dihidupnya- telah melupakanmu dan menjalani hidupnya sendiri? Dalam kata lain, ia telah pergi. Bukan hanya secara fisik, melainkan secara jiwa&raganya.

Cintanya telah pergi. Tetapi kau masih sering merindukannya. Sekalipun kau bersama yang lain.
Pertanyaan tertumpuk dibenakmu. Kau memaki dan mengutuk dirimu sendiri "Bodoh. Wanita bodoh. Kenapa kau dulu begitu percaya ucapannya? Ucapannya yang puitis yang membuatmu tenang. Ucapannya yang membuatmu melayang tanpa arah. Ucapannya yang mampu membuatmu harus meminum kardiotonika. Dan. Ucapannya yang sebenarnya hanya bualan semata."

Selain kau memaki dirimu sendiri. Kau juga memakinya. Memaki atas segala ucapannya "Kamu bilang dulu aku yang terbaik dihidupmu! Kamu bilang aku tak seperti mantan-mantanmu yang lainnya! Kamu juga pernah bilang bahwa kamu tak bisa membayangkan bagaimana perihnya hari-harimu ketika tanpa diriku. Aku juga masih ingat ketika kamu bernyanyi untukku. Nyanyian yang aku yakin. Aku percaya. Hanya untukku. Tapi kenapa kau mudah sekali melupakanku? Dalam waktu kurang dari 5bulan kau berhasil menyingkirkan, mengubur dan melupakan kenangan-kenangan kita. Bahkan, aku masih sangat ingat hari dimana aku menyakitinya. Bukan. Bukan menyakitimu, tapi dia yang telah memperlakukanku sesempurna seorang Pangeran dari negeri dongeng yang memperlakukan Puteri kerajaan. Hari dimana pertama kali kau mengajakku berkencan. Hari dimana pertama kali aku berbohong dan berlaku curang terhadapnya. Dan. Hari dimana kau datang kerumahku dengan kemeja panjangmu, dan kacamatamu. Dan lagi. Aku menipunya, akau berbohong padanya. Hubungan kami memang sudah berakhir saat itu. Tapi dia masih memperlakukan bak Puteri kerajaan. Tak sepertimu yang hanya bisa berkata 'Andai aku begini, andai aku begitu'. Pangeran itu tidak pernah berandai. Ia selalu melakukan apa yang pertamakali terbesit dibenaknya. Aku juga ingat bagaimana kau menjelekan semua mantan kekasihmu tanpa terkecuali. Mantan kekasihmu yang kau jalin hubungannya selama 7bulan yang memutuskan hubungannya denganmu karna hal yang sangat masuk akal. Masih kau jelekan. Mantan kekasihmu yang kau bilang genit dan tidak pernah serius menjalin hubungannya denganmu dalam waktu kurang dari satu bulan juga lebih kau bicarakan kejelekannya. Lalu, mantan kekasihmu yang kau jalin kurang lebih 1tahunpun, masih bisa kau jelekan. Lalu wanita yang aku ketahui berprilaku manis yang juga kau jalin dalam waktu kurang dari 2bulan juga kau katakan keburukannya. Dan yang terakhir. Sama, mantan kekasihmu yang kau jalin kurang dari 2bulan juga kau sakiti. Bahkan lebih parah. Kau mengatakan cinta padanya hanya karna takut akan kesendirianmu. Kejombloanmu. Dan rasa perih dihatimu ketika kau tau bahwa aku telah mempunya kekasih. TAPI MENGAPA DULU KAU TETAP NEKAT MENDEKATIKU?!! 2bulan kau tak menyerah hingga akhirnya aku. Seorang wanita tulen. Luluh karna tutur kata dan pengakuan cintamu. Aku masih ingat segalanya. Aku masih ingat kapan aku bisa mendeteksi hatiku bahwa ini cinta. Aku masih ingat. Enam September. Satu hari setelah hari kelahiranmu. Aku masih bisa merasakan jantung yang harus meminum kardiotonika ketika mendapat pesan singkat darimu. Hah. Aku lelah pada hatiku sendiri. Lelah mengingatmu. Lelah melihatmu." kau menarik nafas panjang. Lelah atas segla curahan dihatimu. Lelah atas segala yang terjadi.
Ketika kau teringat kembali bagaimana ia merangkul mesra bahumu. Mencubit lembut pipimu dan mencium hangat tanganmu. Kau sangat menyukai pria yang berani mencium punggung tangan wanita. Karna menurutmu, merekalah pria sejati. Pria yang menghormati wanita.
Kau sangat terjekut ketika ia kembali bersama salah santu mantan kekasihnya. Bukan, bukan kamu. Yang lain. Yang barusan kau bilang berprilaku manis. HAHAHA. Kau tertawa. Kau mertawakan betapa bodohnya pria yang masih kau cintai itu. Hati kecilmu terus berkata untuk melupakannya. Kau sudah mencoba. Mencoba menyingkirkan. Mencoba buta ketika melihatnya. Dan mencoba untuk selalu bersama Pangeranmu.
Sudahlah. Pangeranmu benar-benar pangeran dari negeri dongeng. Hanya Ia yang terbaik untukmu. Sejauh apapun kau coba untuk menghindar. Tuhan akan selalu mendekatkanmu terhadap Pangeranmu. Mungkin itulah jodohmu. Semoga. Berdoa saja.

Karena Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik untukmu.

0 comments:

Farmasi

7:34:00 PM Fajria Anindya Utami 0 Comments

Apasih itu Farmasi? Mungkin sebagian dari kalian yang baca, sudah tau definisi umumnya. Dan mungkin juga belum tau sama sekali Apa Itu Farmasi.
Yap.
Farmasi adalah sebuah bidang keahlian, dimana seseorang mempelajari tentang obat. Baik obat yang berasal dari bahan-bahan kimia atau obat yang berasal dati tumbuhan (jamu). Disini, dipelajari tentang cara pembuatannya, komposisi, penggunaan dan efek samping dari setiap obat tersebut. Disini juga dipelajari bagaiman tubuh merespon obat-obat tersebut. Baik secara mekanik atau kimiawi.
Farmasi juga mempelajari bagaimana cara menyalurkan obat tersebut kepada konsumen atau penjual lainnya (Apotek/IFRS). Farmasi juga mengajari bagaimana memberitahukan cara penggunaan obat, macam-macam obat serta efek sampingnya kepada konsumen dengan baik&sopan.
Farmasi tidak selalu menjadikan penganut ilmunya menjadi seorang apoteker di Rumah Sakit. Sang apoteker pun boleh menjadi Dosen/Guru pengajar dan apoteker di pabrik obat.
Pelajaran-pelajaran produktif di Farmasi pun cukup banyak. Ada yang namanya Farmakologi, Farmakognosi, Ilmu Resep, Manajemen Farmasi, Undang-undang Kesehatan, Ilmu Kesehatan Masyarakat dan pelajaran penunjang lainnya.

Saya adalah siswi kelas 2 SMK di SMK Farmasi Perjuangan dan Peradaban kota Depok. Semester pertama yang saya alami terhadap Farmasi adalah biasa. Karna masuk ke SMK Farmasi merupakan keinginan saya sendiri. Semester kedua saya mulai makin tertarik sehingga nilai-nilai saya menunjukan hal yang cukup menyenangkan. Semester ketiga saya semakin tertarik lagi oleh praktikum kimianya. Dan sekarang, semester keempat. Saya mulai merasakan lelah. Di samping saya baru selesai PKL di RSUD Kota Depok dan harus menyusun laporan berdua dengan teman saya Nayung. Saya harus menempuh Ujian Tengah Semester tanpa penjelasan terlebih dahulu dari masing-masing pengajar. Saya lelah bukan main, laporan PKL saya belum selesai. Masih harus 2x revisi lagi lalu ditambah dengan UTS yang saya harus belajar lebih keras karna pelajarannya sama sekali belum saya mengerti sepenuhnya. Saya sedih bukan main ketika hasil dibagikan. Nilai saya pas-pasan. Sama sekali tidak membuat saya senang. Memang tidak semua nilai saya hancur. Masih banyak juga nilai saya yang sempurna walau tanpa di ajari guru-guru saya. Tapi saya telah membuat orangtua saya sedih. Jujur. Saya mulai stres.

Lalu minggu-minggu ini guru-guru saya mulai bercerita tentang pengalaman ujian kakak kelas yang sulit. Dari 6 ujian yang terdiri dari UPK, TPP, US, UPS, UN & UNKK. UPK & TPP adalah yang paling sulit. Di sana akan di tentukan apakah saya sebagai seorang siswi farmasi. Berhak atau tidak mendapatkan STRTTK (Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknisi Kefarmasian). Sertifikat ini SANGAT PENTING untuk saya dan siswa/i farmasi lainnya untuk mencari pekerjaan. Kalau kami tidak lulus UPK&TPP, kami harus mengulang ujian di Bogor dengan tambahan biaya hampir 800rb. Saya langsung mendengar berita itu dari guru saya. Saya takut. Saya mulai terbebani. Saya tidak mau mengecewakan orangtua dan guru-guru saya. Bayangkan saja, kemarin nilai saya ada yang hanya dapat 70. Guru pengajaranya langsung menghampiri saya, bertanya "Ami ada apa dengan nilaimu? Itu kecil sekali," subhanallah. Farmasi benar-benar keras.

Saya mau bercerita sedikit tentang perasaan saya saat ini.
Jujur, saya ingin memutar waktu. Kembali ke pemilihan penjuruan SMA/SMK. Seandainya bisa, saya akan mengambil SMA Negeri di kota saya. Kebetulan NEM saya waktu itu sangat cukup untuk masuk SMA Negeri. Tapi saya & orangtua saya memilih untuk mengambil SMK Farmasi. Seandainya lagi, saya masuk SMA, saya akan mengambil jurusan IPA dan kuliah di Sastra. Saya benar-benar mulai pusing dengan farmasi. Padahal sebenarnya, pengalaman saya PKL. Sekolah dan kerja sangat jauh berbeda! Jauh lebih enak kerja. Tapi kenapa sekolahnya sulit sekali??????? YaAllah.

Astaghfirullahaladzim.
Saya mengeluh. Padahal saya tau, Allah menempatkan saya di SMK Farmasi karna Allah tau bahwa saya bisa! Saya jauh lebih bisa dari apa yang tidak pernah saya fikirkan. Allah selalu memberikan yang terbaik. Allah tidak mungkin memberikan kita jalan dengan kesulitan. Allah akan selalu memberi kemudahan bila seseorang menjalaninya dengan sepenuh hati.

Ya..
Mulai saat ini, saya akan kembali seperti semester-semester lainnya; tertarik dengan dunia farmasi dan menjalani dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Saya bisa!
Ingat: ALLAH SELALU MEMBERIKAN YANG TERBAIK.
Bersabar.... Ikhlas menjalankan.... Tenang..... Kerja keras..... Jalani sepenuh hati..... Dan selalu ingat orangtua dan kemanisan masa depan yang akan di peroleh.

Oke.
Semangat!

0 comments:

Experience,

HUJAN

9:41:00 PM Fajria Anindya Utami 0 Comments


Hujan adalah air yang menggumpal di awan dan di turunkan ke bumi. Air itu berasal dari penguapan laut oleh matahari.

Waktu kecil, aku pengen banget mandi hujan. Tapi sayang, Umi selalu forbidden. Karena, kalau hujan aku hanya bisa berdiam diri dirumah. Little Ami adalah anak yang aktif, yang selalu bermain kesana kesini. Temannya dimana-mana. Ia tidak pernah tidur siang, tidak pernah mau. Dan kalau hujan turun, Ia hanya memandangi hujan dari jendela rumah. Ia juga suka aroma hujan di musim kemarau.

Beberapa bulan lalu, aku masih biasa saja terhadap hujan. Malah karena hujan yang selalu turun membuat aku senang akan hujan, aroma hujan, aku selaluuuu suka. Aku juga pernah hujan-hujanan sepulang dari lomba Tari Saman. Dan aku senang akan hal itu, hari itu, sore itu, hujan itu. Sungguh indah. Saat itu aku lagi putus dari Gusti, tapi Gusti selalu ada dan akan selalu ada.

Sampai pada waktu itu, hujan membuat aku dan Gusti bertengkar hebat dan membuatku tidak mau menghubunginya seharian. Karna hujan pula aku menangis. Aku pernah sampai tidak pulang kerumah juga karna hujan. Hujan juga membuat tubuhku basah, lepek, pelembap yang aku pakai pun ikut luntur karna hujan. Aku benci hujan. Sampai saat ini.

Kemarin sebelum berangkat dines malam, hujan tiba-tiba turun dengan deras. Memang, akhir-akhir ini hujan sering turun dengan mendadak dan langsung deras dan kemudian….hilang. Tidak hujan lagi.
Saat itu, aku baru sampai jembatan tanah baru, hujan langsung turun dan aku berteriak “GUSTI NEDUH!!!! AMI BENCI HUJAN!!! AMI GASUKA HUJAN!!! AMI NANGIS NIH!! CEPETANNN” aku mulai degdegan dan Gusti cuma jawab “Iya iya di Indomart sana kita neduhnya,” tidak lama kemudian, Gusti memarkir motor di depan Indomart. Aku masuk kedalam dan berharap tidak kena hujan. Aku benar-benar benci hujan.
Lima menit kemudian hujan berhenti. Aku bersama Gusti melanjutkan perjalanan. Aku masih degdegan sekaligus takut hujan turun lagi. Tapi Alhamdulillah hujan tidak turun sesampainya aku di RSUD Kota Depok.

Hujan….entah apa yang terjadi, mengetik ini pun membuatku degdegan mengingat hujan. Aku benar-benar tidak suka hujan. Sangat menyakitkan. Tetapi aroma hujan dikala panas. Aku suka. Tapi tak suka hujannya.

0 comments:

lyrics

BLOWN AWAY

8:00:00 PM Fajria Anindya Utami 0 Comments



Dry lightning cracks across the skies
Those storm clouds gather in her eyes
Her daddy was a mean old mister
Mama was an angel in the ground
The weather man called for a twister
She prayed blow it down

There's not enough rain in Oklahoma
To wash the sins out of that house
There's not enough wind in Oklahoma
To rip the nails out of the past

[Chorus:]
Shatter every window 'til it's all blown away,
Every brick, every board, every slamming door blown away
'Til there's nothing left standing, nothing left of yesterday
Every tear-soaked whiskey memory blown away,
Blown away

She heard those sirens screaming out
Her daddy laid there passed out on the couch
She locked herself in the cellar
Listened to the screaming of the wind
Some people call it taking shelter
She called it sweet revenge

[Chorus:]
Shatter every window 'til it's all blown away,
Every brick, every board, every slamming door blown away
'Til there's nothing left standing, nothing left of yesterday
Every tear-soaked whiskey memory blown away,
Blown away

There's not enough rain in Oklahoma
To wash the sins out of that house
There's not enough wind in Oklahoma
To rip the nails out of the past

Shatter every window 'til it's all blown away (blown away)
Every brick, every board, every slamming door blown away (blown away)
'Til there's nothing left standing, nothing left of yesterday (blown away)
Every tear-soaked whiskey memory blown away,

Blown away, blown away, blown away, blown away, blown away


0 comments:

lyrics

Remembering Sunday

7:00:00 PM Fajria Anindya Utami 0 Comments


He woke up from dreaming and put on his shoesStarted making his way past two in the morningHe hasn't been sober for days

Leaning now into the breeze remembering SundayHe falls to his knees, they had breakfast togetherBut two eggs don't last like the feeling of what he needs

Now this place seems familiar to himShe pulled on his hand with a devilish grinShe led him upstairs, she led him upstairsLeft him dying to get in

Forgive me, I'm trying to findMy calling, I'm calling at nightI don't mean to be a bother, but have you seen this girl?She's been running through my dreamsAnd it's driving me crazy, it seemsI'm gonna ask her to marry me

And even though she doesn't believe in loveHe's determined to call her bluffWho could deny these butterflies?They're filling his gut

Waking the neighbors, unfamiliar facesHe pleads though he triesBut he's only deniedNow he's dying to get inside

Forgive me, I'm trying to findMy calling, I'm calling at nightI don't mean to be a bother, but have you seen this girl?She's been running through my dreamsAnd it's driving me crazy, it seemsI'm gonna ask her to marry me

There's a neighbor said, she moved awayFunny how it rained all dayI didn't think much of it thenBut it's starting to all make sense

Oh, I can see nowThat all of these clouds are following meIn my desperate endeavorTo find my whoever, wherever she may be

I'm not coming back, I've done something so terribleI'm terrified to speak but you'd expect that from meI'm mixed up, I'll be bluntNow the rain is just washing you out of my hair

And out of my mind, keeping an eye on the worldSo many thousands of feet off the groundI'm over you now, I'm at home in the cloudsTowering over your head

Well I guess I'll go home nowI guess I'll go home nowI guess I'll go home nowI guess I'll go home

0 comments:

Cara Melihat Tweets Archieve

2:40:00 PM Fajria Anindya Utami 0 Comments

Hi, you're my readers? Perfectly yes. Kali ini, aku mau berbagi Cara Melihat Tweets Archieve.

1.

Masuk ke twitter terlebih dahulu.

(Log-in to twitter first)

2.

Klik 'Settings'

(Klik 'Settings')

3.


setelah kamu klik 'Settings' biarkan loadingnya sampai selesai, jangan klik apapun tapi turunkan mouse sampai kebawah dan kamu bertemu kalimat 'Request your archieve' yang aku lingkari merah dan klik.

(after you klik 'Settings' let them loading till loading is finished, dont klik anything but scroll down your mouse until you meet the sentences 'Request your archieve' that I used to red circle and klik)

4.


setelah kamu klik 'Request your archieve' pihak twitter akan mengirim mu sebuah email. Nah, cek emailnya!

(after you klik 'Request your archieve' the twitter will send you an email. So, go check you email!)

5.


kau akan menerima email seperti ini. Lalu, kau harus klik "Go now' yang aku lingkari merah.

(you will receive the email like this. And then, you have to klik "Go now" the below that I used to red circle)

6.


'Go now' yang tadi membawamu ke tahap ini, jadi kamu harus klik 'Download'

(the 'Go now' bring you to this step, so you have klik 'Download')

7.


download di mulai...mohon tunggu sampai downloadnya selesai. Kalau sudah selesai, klik file nya.

(the download is begin.....please wait until the download is done. If has done, klik the file)

8.

dan ini dia! Klik dua kali terhadap file yang '....html'

(and this is. Double klik the file that have '....html')

9.


dan SELESAI!!! Stepnya sudah selesai! Dan inilah tweet pertamaku. Apa tweet pertamamu?

(and DONE!!! The step is complete! And this is my first tweet. What's your first tweet?)


Silahkan mencoba! Lucky guy!

0 comments:

The Story of Us

10:39:00 AM Fajria Anindya Utami 0 Comments

Aku fikir aku udah pernah post lagu ini. Tapi ternyata masih di draft aku edit deh jadinye, huehehehe.


I used to think one day we'd tell the story of us,
How we met and the sparks flew instantly,
People would say, "They're the lucky ones."
I used to know my place was a spot next to you,
Now I'm searching the room for an empty seat,
'Cause lately I don't even know what page you're on.

Oh, a simple complication,
Miscommunications lead to fall-out.
So many things that I wish you knew,
So many walls that I can't break through.

Now I'm standing alone in a crowded room and we're not speaking,
And I'm dying to know is it killing you like it's killing me, yeah?
I don't know what to say, since the twist of fate when it all broke down,
And the story of us looks a lot like a tragedy now.

Next chapter.

How'd we end up this way?
See me nervously pulling at my clothes and trying to look busy,
And you're doing your best to avoid me.
I'm starting to think one day I'll tell the story of us,
How I was losing my mind when I saw you here,
But you held your pride like you should've held me.

Oh, I'm scared to see the ending,
Why are we pretending this is nothing?
I'd tell you I miss you but I don't know how,
I've never heard silence quite this loud.

Now I'm standing alone in a crowded room and we're not speaking,
And I'm dying to know is it killing you like it's killing me, yeah?
I don't know what to say, since the twist of fate when it all broke down,
And the story of us looks a lot like a tragedy now.
This is looking like a contest,
Of who can act like they care less,
But I liked it better when you were on my side.
The battle's in your hands now,
But I would lay my armor down
If you said you'd rather love than fight.
So many things that you wished I knew,
But the story of us might be ending soon.
Now I'm standing alone in a crowded room and we're not speaking,
And I'm dying to know is it killing you like it's killing me, yeah?
I don't know what to say, since the twist of fate when it all broke down,
And the story of us looks a lot like a tragedy now, now, now.
And we're not speaking,
And I'm dying to know is it killing you like it's killing me, yeah?
I don't know what to say, since the twist of fate 'cause we're going down,
And the story of us looks a lot like a tragedy now.

The end








0 comments:

Jumat, 27 Desember 2013

Takperlu Kuungkapkan (2)



                Semalaman Andini tidak bisa tidur memikirkan Randy Assegaf. Foto yang di genggampun tak terlepas dari tidurnya.
***
                “Nay! Naya! Disini!”  teriak Dini memanggil seorang wanita dengan tinggi semampai di kuncir kuda. Anak rambutnya dibiarkan menari di pelipisnya. Semakin menegaskan rahang di wajah ovalnya. Wanita itupun berjalan tergesa-gesa menuju arah suara.
                “Ada apa, Din? Se-urgent apa sih beritanya? Sampe mimpi indah gue terganggu ngedenger i-messages dari lo,” cerocos Naya sambil mecondongkan wajahnya.
                “Hehe, sorry beib.. lo mau pesen apa? Sini gue pesenin,”
                “Bayarin sekalian yaa. Gue lagi pengen gado-gado Bu Marni, nih.”
                “Sip,”
                Andini berjalan anggun menyusuri kerumunan. Padahal masih jam sembilan pagi, tapi Cafetaria FMIPA sudah mulai ramai. Mungkin banyak yang belum sarapan. Maklum, kebanyakan anak disini adalah anak kos.
                Andini pun memesan pesanan Naya. Selang beberapa lama, gado-gado pesanannya pun jadi.
                “Ah, thankyou my bestieee,” ucap Naya dengan nada bangga ketika memanggil wanita cantik didepannya dengan sebutan ‘bestie’
                “My pleasure as well, hun”
                “Oke, sambil gue makan, lo harus mulai cerita. Ada apa sebenarnya? Sampe lo susah tidur dan kemudian punya mata panda kayak begini?” ucap Naya khawatir.
                Andini mulai mengeluarkan selembar foto.
                “Jangan lihat belakang foto ini, sebelum lo kenali betul siapa orangnya! Lo kan humas di kampus kita, lo pasti kenal sedikit-banyak mahasiswa disini kan?” ucap Andini sebelum memberikan foto tersebut.
                “Bawel. Sini coba gue liat!” ucap Naya tak sabaran.
                Naya menerka-nerka foto yang sedang dipegangnya. Antara ragu, dia akhirnya menjawab.
                “Dia bukan anak sini. Anak fakultas lain. Lebih tepatnya, fakultas psikologi” ucap Naya gamblang.
                “Serius? Semester berapa?”
                “Yang jelas, dia senior kita.......... Tunggu. Masa lo gak inget sih dia siapa?” ucap Naya setengah mengunyah gado-gadonya.
                “Enggak. Emang dia siapa?” ucap Andini bingung.
                Naya geleng-geleng “Dia Kak Randy yang nolong elo waktu lo kesasar di hutan. Dia senior cowok yang paling pertama sadar pas lo ilang. Lo gak inget?”
                “Astagfirullah. Enggak, gue gak inget sama sekali. Lo kan tau gimana keadaan gue waktu itu”
                “Iya bener juga. Lo kacau banget. Tanah dimana-mana, lo pun gak bisa melek karena banyak tanah di mata lo. Lo emang abis main tanah? Haha,” ucap Naya meledek
                “Jahat lo, beib. Gue masih trauma nih sama hutan,”
                “Iya iya, sorry.” Ucap Naya sambil minum Es Teh manis milik Andini “Sekarang, gue boleh liat belakangnya?”
                “Ya, silahkan. Toh, lo udah tau siapa orangnya.”
                “Wuidih. Ada nomer ponselnya segala. Hmmm, pertanyaan gue sekarang adalah... darimana lo dapet foto ini?” tanya Naya penuh selidik.
                “Nih, dari halaman paling belakang buku ini.” Andini menyodorkan buku yang tidak terlalu tebal dengan cover bergambar sepasang kekasih yang sedang bergandengan dan dibelakangnya ada seorang pria yang memperhatikan dengan penuh kepedihan.
                “Buku ini??? Buku dari penggemar rahasia lo?! Gilaaaaaa! Beruntung banget lo di taksir sama Kak Randy!” teriak Naya sumringah.
                “Ett bocah. Pelan-pelan!”
                “Ups, sorry. Jadi, lo mau cari tau tentang dia?” tanya Naya penuh selidik.
                “Mungkin,”
                “Trus, lo sama Lana gimana?”
                “Gak gimana-mana. Gue cuma penasaran kok. Gak akan berimbas ke hubungan gue sm dia,” ‘mudah-mudahan’ lanjut Andini dalam hati.
***
                Pagi hari yang cerah ketika tiga orang gadis memperhatikan seorang pria tampan memarkirkan Kawasaki Ninja berwarna hijau miliknya.
                “Sana buruan! Ntar Kak Lana keburu pergi,” kata salah satu gadis.
                “Iya sana! Jangan kayak kemarin-kemarin ya! Bisanya cuma ‘Hai Kak Lana, apa kabar?’ setelah    dia jawab, kamu malah kabur.” Kata gadis lainnya
                “Aku takut. Duh, doain aku ya!” ucap gadis yang sedaritadi di desak oleh teman-temannya.
                Ketiga gadis ini masih lengkap dengan atribut OSPEK mereka. Politeknik Negeri Jakarta memang sedang melangsungkan OSPEK. Gadis berpipi tirus terus berjalan dengan keyakinan seperti biasa. Segenggam cokelat yang ia bawa selalu terlihat sama seperti cokelat yang ia bawa hari kemarin. Namun, siapa sangka bahwa itu adalah cokelat yang baru saja ia beli di supermarket. Dengan tambahan pita hijau di atas bungkus cokelat yang masih sangat terlihat rapi.
                Seketika gadis yang membawa cokelat itu berhenti. Ia ragu. Ia menoleh ke arah teman-temannya. Seakan bertanya, teman-temannya berkata “Ayo terus! Cepet! Ntar keburu pergi!” dengan setengah keberanian yang mulai memudar. Gadis yang membawa cokelat kemudian setengah berlari menghampiri pria tampan dengan leather jacket-nya yang sedang berbincang dengan salah satu temannya di pelataran parkiran.
                “Hai, Kak Lana. Apa kabar?” tanya sang gadis dengan meletakkan cokelatnya di belakang punggungnya.
                “Baik,” yang di sapa pun hanya menoleh sepintas kemudian melanjutkan obrolannya.
                Sang gadis hendak kabur seperti kemarin pagi di tempat yang sama. Namun teman-temannya mencegat dan meraih cokelat yang di genggamnya.
                “Hai, Kak Lana. Ini cokelat dari Amel. Dimakan ya, Kak. Semoga kakak suka,” kata salah satu temannya sambil menunjuk ke arah Amel yang tengah memerah.
                Teman Lana pun tertawa kecil mendengarnya. Kemudian berkata “Gue duluan ya, Lan. Di panggil Tony,” masih sambil tertawa. Kali ini, tawanya menjadi nyaring.
                “Kenapa gak kabur aja lagi kayak kemaren? Gue males ngadepin anak ABG kayak kalian. Lain kali kalo ada apa-apa to the point aja. Gak usah basa-basi dengan nanya kabar. Kayak kerabat lama aja! Emang lo siapanya gue?” ucap Lana pedas.
                Wajah Amel kian memerah. Bibirnya menjadi pucat. Tangannya mendingin. Matanya panas. Amel tidak menyangka akan di sembur sedemikian rupa oleh Kak Lana. Dia memang pria yang dingin dan ketus. Amel tau hal itu. Tapi Amel tak menyangka perbuatannya balakangan ini malah membuatnya jengah.
                Kak Lana pun pergi tanpa menyentuh cokelat dari Amel.
                “Kak! Gak seharusnya kakak bersikap kayak gitu! Mentang-mentang kakak seorang senior. Bisa gitu ya nyemprot kata-kata pedas ke junior?” kata teman Amel yang lainnya.
                Kak Lana pun tetap berjalan tanpa menoleh. Namun dalam hatinya berkata.
                “Tidak. Jangan lagi. Jangan terulang lagi.”

Rabu, 12 Juni 2013

Kebahagiaan yang sederhana

Aku belum pernah merasakan hal ini sebelumnya.

Mungkin, memeluknya saat ia mengendarai motor adalah hal yang biasa. Tapi untuk hari ini, kebahagiaan yang menyelimuti hatiku seakan tak ternilai.
Lalu, meletakkan daguku di pundaknya, dan membiarkannya menyentuh hidung atau pipi atau juga bibirku dengan kelembutan jarinya merupakan hal yang biasa kurasakan.
Tapi kali ini, saat aku menemaninya melakukan hobinya, aku merasakan hal yang berbeda, aku menjadi semakin yakin sosoknya hanya untukku.

Saat ia datang dengan motor hijaunya, aku sempat ingin keluar dahulu dan berkata bahwa aku tak jadi ikut. Namun, otakku bekerja lebih cepat. Aku memikirkan "Seandainya kubiarkan dia pergi dengan teman-temannya, aku akan di diami begitu saja. Ya, lebih baik aku ikut. Aku bisa melihatnya menendang2 benda bulat yang sangat disukainya," fikirku.
Akhirnya aku menemaninya. Walaupun begitu sampai parkiran sempat ada percakapan yang membuatnya kaget.
"Aku pulang aja kaliya," kataku menerka-nerka.
"Loh, Sayang? Kenapa? Kok gitu?" tanyanya kaget.
"Aku takut bete. Aku juga takut di marahi Umi kalo pulang kesorean," jawabku menunduk dengan menatap kosong ke buku yang kubawa.
"Sebentar kok, jam 4 sore udah sampe rumah deh" katanya dengan seulas senyum dibibir tipisnya.
"Hmm, ya, okelah," kataku pada akhirnya.
Kami berjalan bersandingan seperti biasa. Saat berjalan dengan perjalanan yang cukup jauh, kakiku mulai lemas karena belum makan.
"Duh, kakiku kok lemes banget ya?" tanyaku.
"Lemes, Sayang? Mau aku gendong?" tanyanya menggoda.
"Hey, yang bener aja."
Kekasihku hanya tertawa. walaupun saat itu jalan amat sepi, tetap saja aku malu.

Saat hampir sampai gor, kami masih harus menaiki tanjakan yang tidak terlalu tinggi, tetapi membuatku sangat lemas. Saat itu juga Ia langsung menyambar tanganku, dan kubiarkan Ia menariknya sesuka hatinya.
Begitu sampai di gor, aku duduk dengan tak bertenaga. Ia juga duduk di sampingku sambil merayu dan memanjakanku seperti biasa. Menarik hidungku, mencubit pipiku bahkan meraup wajahku. Semua sudah biasa kurasakan walau sering ku mencelos berkata "Jangan pegang-pegang! Entar kalau aku jadi jerawatan gimana? Tangan kamu kan banyak kumannya," dan seperti biasa pula Ia hanya tertawa mendengarnya.
Huh, kekasihku. Ia memang selalu seperti itu. Meledek.
"Sayang, lemes banget ya?" katanya dengan setengah berdiri dan memanjakan dihadapanku dan teman-temannya.
"Iya nih aduh, kakiku ngilu disini, enggak tau kenapa," kataku bingung sambil menunjuk ke betis di kaki kiriku. 
Tanpa diminnta, Ia langsung duduk dan meletakan kakiku di atas pahanya. Kemudian Ia mulai memijat kakiku mulai dari lutut hingga betis. Aku hanya mengerang. Karena, jujur sekali. Kakiku benar-benar ngilu yang teramat sangat. Ia tertawa melihatku mengerang sambil menahan tawa. Aku menahan tawa karena juga geli. Ya, jujur saja, aku memang tipe orang yang mudah geli.

***

Sebelum bermain, seperti biasa, Ia meminta semangat padaku melalu sebuah high five dan Ia juga merangkul serta meremas sedikit pundak kurusku. Saat Ia mulai bermain dengan benda bulatnya, aku hanya memerhatikan sesekali dan membaca novel yang kubaca. Baru bermain beberpa menit, Ia menyudahinya karena suatu alasan. Aku mendengarkan curahan hatinya dengan seksama dengan Ia di samping kiriku. Kami dekat. Sangat\dekat.Pundak kami menyatu, dan aku mulai merebahkan kepala lelahku di pundaknya yang kokoh. Karena sadar itu tempat umum, aku menarik kembali kepalaku dan tetap mendengarkan curahan hatinya. Tak lama, kami pulang. Dengan masih sangat lelah aku berjalan sampai ketempat dimana motor kekasihku di parkirkan. Aku sangat lemas, hingga akhirnya Ia menyadari dan kembali menggandeng lembut tanganku. Aku sangat menyukai hal itu. Walau tak sering Ia menggandengnya, tapi aku sangat bahagia. Hanya 2-3x Ia menggandengku tapi menjadi sesuatu yang membuatku tersenyum sepanjang jalan. Aku merasa terlindungi dan dikasihi diperlakukan seperti itu. Walau sering aku merasakannya, tapi kali ini semakin paham arti dari sosok hadirnya yang hanya mencintaiku. Dan hanya untukku. Semoga.

Jumat, 03 Mei 2013

Takperlu Kuungkapkan

"Itu? Namanya siapa?" bisik pria berwajah lancip.
Pria berkacamata pun hanya mengangguk dan berkata "Namanya Andini Ratnasari" pria berkacamatpun tersenyum lebar ketika menyebutkan nama wanita yang mereka perhatikan sedaritadi. Wanita dengan rambut cokelat lurus tanpa poni yang membiarkan kening indahnya terpapar sinar matahari pagi.
"Anak mana?" ucap lagi pria berwajah lancip.
"Anak orangtuanya lah," pria berkacamata memulai guyonannya. Pria berwajah lancip pun memukul dengan cukup keras sampai pria berkacamata mengaduh.
"Serius dong, bro" mohon pria berwajah lancip.
Pria berkacamat tersenyum dan berkata "Anak Sience semester 3,"
"Sejak kapan lo suka?"
"Sejak pertamakali liat dia ospek,"
"Rumahnya dimana?"
"Di daerah Kalibata timur,"
"Tau persis alamat dan bentuk rumahnya?" tanya pria berwajah lancip.
"Tau. Tapi gak hafal alamat bakunya. Kalau jalannya ya tau. Rumahnya sederhana, ibunya cantik persis Dini,"
"Nama panggilannya Dini?"
"Yap,"
"Hobbynya apa?"
"Baca novel. Dia juga suka banget nyanyi. Keliatan dari koleksi rekaman suaranya di soundcloud. Gue juga punya beberapa rekamannya. Soalnya ada yang beberapa yang diprivasi dan gakbisa di download."
"Wow. Soundcloudnya juga lo tau! Trus apalagi yang lo tau?"
"Twitter. Facebook. Path. Line sampe nomer handphone nya juga gue tau."
"Trus bro?" tanya pria berwajah lancip tak sabaran.
"Dia suka bawa motor. Motornya Honda Scoopy warna pink. Dia suka banget warna pink. Makanya gue suka nyelipin hadiah berwarna pink di lokernya."
"Trus trus?" pria berwajah lancip kembali tak sabaran.
"Gue bener-bener suka sama kepribadiannya, bro. Jatuh cinta banget gue."
"Dan... dia tau?"
"Sepertinya enggak. Gue sengaja gakmau nunjukin," ucap pria berkacamata murung.
"Loh? Kenapa?" tanya pria berwajah lancip heran. Ia tau betul bahwa sahabatnya bukan tipe pria seperti itu.
"Dia udah punya pacar,"
Pria berwajah lancip sedikit kaget. Dan kembali bertanya "Siapa pacarnya? Udah berapa lama hubungannya?"
"Anak Politeknik Negeri jurusan otomotif. Namanya Raden Maulana. Liat aja, hari ini Dini gakbawa motor ntar juga dijemput,"
"Trus? Udah berapa lama hubungannya?" tanya pria berwajah lancip tak sabaran.
"Lima tahun setengah,"
Pria berwajah lancip membuka mulutnya kaget. Sekarang Ia mengerti mengapa sahabatnya tak berani menunjukan rasa cintanya.
"Oke kalau begitu. Lo gakboleh ngeliat pemandangan menyakitkan. Lima tahun setengah, gila. Pasti ntar di motor Dini bakal meluk Raden-Raden itu. Ayo pergi secepat mungkin,"
Pria berkacamata tersenyum dan berkata "Gue udah biasa liatnya. Gue malah bahagia ngeliat dia ketawa-ketawa sama Raden Maulana itu. Gue gak berani ganggu hubungan mereka karna gue tau banget Raden Maulana pria yang baik buat Dini. Mungkin jauh lebih baik dari gue,"
"Gila emang lo bro. Anak psikolog yang gila. Kalo gue jadi lo, gue pasti udah hajar abis-abisan. Gue pasti panas banget." ucap pria berwajah lencip tak sabaran.
"Hahaha, emang gue kayak lo apa. Kuliah Fakultas Psikologi. Tapi sifat kayak Psikopat. Hahaha" pria berkacamata tertawa renyah.

Mereka masih memperhatikan Dini. Dini yang daritadi hanya mengaduk-aduk minuman yang dipesannya. Kini mulai membuka sebuah buku.
"Lihat deh, bro." pinta pria berkacamata.
"Kenapa?" tanya pria berwajah lancip bingung.
"Dia makin cantik ya kalo lagi baca buku. Itu buku dari gue."
"Buku apaantuh?" tanya pria berwajah lancip yang kembali bingung.
"Buku novel tentang seorang pria yang jatuh cinta diam-diam pada seorang wanita yang sudah bahagia bersama kekasihnya,"
"Edodo e... Lo banget, bro!" ucap pria berwajah lancip sembari menepuk pundak sahabatnya.
"Eh liat! Raden dateng!" pria berkacamata menunjuk seorang pria yang menaiki Ninja Kawasaki berwarna hijau yang sedang melepas helm full face miliknya.
"Ah. Gak ganteng bro. Biasa aja. Gantengan lo. Tapi lo sama gue gantengan gue ya..." guyon pria berwajah lancip.
"Sial!" kini pria berkacamata yang menepuk pundak sahabatnya.
Sepasang sahabat seperjuangan masih terus memperhatikan seorang pria bermata sipit dengan hidung yang tidak terlalu mancung dan kulit yang eksotis mengecup lembut kening Dini.
Dini dan pria itu berbicara dengan senyum kebahagiaan diwajahnya masing-masing.
"Yuk pergi," pinta pria berwajah lencip.
"Tunggu Dini bangun dan gandengan sama Raden," masih ada senyum di sudut wajah pria berkacamata.
"Nah tuh udah. Ayo pergi,"
Mereka pergi dengan langkah kaki bersamaan. Tak lama, pria berwajah lancip merangkul pria berkacamata.
Dini dan Raden berjalan bersandingan sebagai sepasang kekasih yang sangat bahagia dan serasi.
Raden mulai menaiki motornya. Detik pertama, Ia mencantolkan kunci dan memutar kunci tersebut sebagaimana mestinya. Lalu menekan kopling dan memasukan gigi.
"Sayang? Ayo.." pinta pria bersuara lembut yang telah diketahu bernama Raden.
Dini baru saja tak sengaja membuka setiap halaman buku yang sedaritadi Ia bawa. Disitu ada sebuah foto seorang pria berkacamata, berkulit eksotis dengan hidung mancung dan bibir tipis sedang menggunakan mantel hangat cokelat dengan background pemandangan beserta air terjun. Ketika ditegaskan. Dini merasa itu adalah pria yang sedaritadi memperhatikannya. Kemudian Dini membalik foto tesebut dan ditemukanlah sebuah nama lengkap beserta nomer telefon. Randy Assegaf: 082121345689

Pertanyaan, Perbedaan

Sebenarnya apasih yang akan kamu lakukan ketika seorang yang dulu sangat berharga dihidupmu -sampai kau meninggalkan seseorang yang telah menganggapmu sebagai harta yang paling berharga dihidupnya- telah melupakanmu dan menjalani hidupnya sendiri? Dalam kata lain, ia telah pergi. Bukan hanya secara fisik, melainkan secara jiwa&raganya.

Cintanya telah pergi. Tetapi kau masih sering merindukannya. Sekalipun kau bersama yang lain.
Pertanyaan tertumpuk dibenakmu. Kau memaki dan mengutuk dirimu sendiri "Bodoh. Wanita bodoh. Kenapa kau dulu begitu percaya ucapannya? Ucapannya yang puitis yang membuatmu tenang. Ucapannya yang membuatmu melayang tanpa arah. Ucapannya yang mampu membuatmu harus meminum kardiotonika. Dan. Ucapannya yang sebenarnya hanya bualan semata."

Selain kau memaki dirimu sendiri. Kau juga memakinya. Memaki atas segala ucapannya "Kamu bilang dulu aku yang terbaik dihidupmu! Kamu bilang aku tak seperti mantan-mantanmu yang lainnya! Kamu juga pernah bilang bahwa kamu tak bisa membayangkan bagaimana perihnya hari-harimu ketika tanpa diriku. Aku juga masih ingat ketika kamu bernyanyi untukku. Nyanyian yang aku yakin. Aku percaya. Hanya untukku. Tapi kenapa kau mudah sekali melupakanku? Dalam waktu kurang dari 5bulan kau berhasil menyingkirkan, mengubur dan melupakan kenangan-kenangan kita. Bahkan, aku masih sangat ingat hari dimana aku menyakitinya. Bukan. Bukan menyakitimu, tapi dia yang telah memperlakukanku sesempurna seorang Pangeran dari negeri dongeng yang memperlakukan Puteri kerajaan. Hari dimana pertama kali kau mengajakku berkencan. Hari dimana pertama kali aku berbohong dan berlaku curang terhadapnya. Dan. Hari dimana kau datang kerumahku dengan kemeja panjangmu, dan kacamatamu. Dan lagi. Aku menipunya, akau berbohong padanya. Hubungan kami memang sudah berakhir saat itu. Tapi dia masih memperlakukan bak Puteri kerajaan. Tak sepertimu yang hanya bisa berkata 'Andai aku begini, andai aku begitu'. Pangeran itu tidak pernah berandai. Ia selalu melakukan apa yang pertamakali terbesit dibenaknya. Aku juga ingat bagaimana kau menjelekan semua mantan kekasihmu tanpa terkecuali. Mantan kekasihmu yang kau jalin hubungannya selama 7bulan yang memutuskan hubungannya denganmu karna hal yang sangat masuk akal. Masih kau jelekan. Mantan kekasihmu yang kau bilang genit dan tidak pernah serius menjalin hubungannya denganmu dalam waktu kurang dari satu bulan juga lebih kau bicarakan kejelekannya. Lalu, mantan kekasihmu yang kau jalin kurang lebih 1tahunpun, masih bisa kau jelekan. Lalu wanita yang aku ketahui berprilaku manis yang juga kau jalin dalam waktu kurang dari 2bulan juga kau katakan keburukannya. Dan yang terakhir. Sama, mantan kekasihmu yang kau jalin kurang dari 2bulan juga kau sakiti. Bahkan lebih parah. Kau mengatakan cinta padanya hanya karna takut akan kesendirianmu. Kejombloanmu. Dan rasa perih dihatimu ketika kau tau bahwa aku telah mempunya kekasih. TAPI MENGAPA DULU KAU TETAP NEKAT MENDEKATIKU?!! 2bulan kau tak menyerah hingga akhirnya aku. Seorang wanita tulen. Luluh karna tutur kata dan pengakuan cintamu. Aku masih ingat segalanya. Aku masih ingat kapan aku bisa mendeteksi hatiku bahwa ini cinta. Aku masih ingat. Enam September. Satu hari setelah hari kelahiranmu. Aku masih bisa merasakan jantung yang harus meminum kardiotonika ketika mendapat pesan singkat darimu. Hah. Aku lelah pada hatiku sendiri. Lelah mengingatmu. Lelah melihatmu." kau menarik nafas panjang. Lelah atas segla curahan dihatimu. Lelah atas segala yang terjadi.
Ketika kau teringat kembali bagaimana ia merangkul mesra bahumu. Mencubit lembut pipimu dan mencium hangat tanganmu. Kau sangat menyukai pria yang berani mencium punggung tangan wanita. Karna menurutmu, merekalah pria sejati. Pria yang menghormati wanita.
Kau sangat terjekut ketika ia kembali bersama salah santu mantan kekasihnya. Bukan, bukan kamu. Yang lain. Yang barusan kau bilang berprilaku manis. HAHAHA. Kau tertawa. Kau mertawakan betapa bodohnya pria yang masih kau cintai itu. Hati kecilmu terus berkata untuk melupakannya. Kau sudah mencoba. Mencoba menyingkirkan. Mencoba buta ketika melihatnya. Dan mencoba untuk selalu bersama Pangeranmu.
Sudahlah. Pangeranmu benar-benar pangeran dari negeri dongeng. Hanya Ia yang terbaik untukmu. Sejauh apapun kau coba untuk menghindar. Tuhan akan selalu mendekatkanmu terhadap Pangeranmu. Mungkin itulah jodohmu. Semoga. Berdoa saja.

Karena Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik untukmu.

Rabu, 03 April 2013

Farmasi

Apasih itu Farmasi? Mungkin sebagian dari kalian yang baca, sudah tau definisi umumnya. Dan mungkin juga belum tau sama sekali Apa Itu Farmasi.
Yap.
Farmasi adalah sebuah bidang keahlian, dimana seseorang mempelajari tentang obat. Baik obat yang berasal dari bahan-bahan kimia atau obat yang berasal dati tumbuhan (jamu). Disini, dipelajari tentang cara pembuatannya, komposisi, penggunaan dan efek samping dari setiap obat tersebut. Disini juga dipelajari bagaiman tubuh merespon obat-obat tersebut. Baik secara mekanik atau kimiawi.
Farmasi juga mempelajari bagaimana cara menyalurkan obat tersebut kepada konsumen atau penjual lainnya (Apotek/IFRS). Farmasi juga mengajari bagaimana memberitahukan cara penggunaan obat, macam-macam obat serta efek sampingnya kepada konsumen dengan baik&sopan.
Farmasi tidak selalu menjadikan penganut ilmunya menjadi seorang apoteker di Rumah Sakit. Sang apoteker pun boleh menjadi Dosen/Guru pengajar dan apoteker di pabrik obat.
Pelajaran-pelajaran produktif di Farmasi pun cukup banyak. Ada yang namanya Farmakologi, Farmakognosi, Ilmu Resep, Manajemen Farmasi, Undang-undang Kesehatan, Ilmu Kesehatan Masyarakat dan pelajaran penunjang lainnya.

Saya adalah siswi kelas 2 SMK di SMK Farmasi Perjuangan dan Peradaban kota Depok. Semester pertama yang saya alami terhadap Farmasi adalah biasa. Karna masuk ke SMK Farmasi merupakan keinginan saya sendiri. Semester kedua saya mulai makin tertarik sehingga nilai-nilai saya menunjukan hal yang cukup menyenangkan. Semester ketiga saya semakin tertarik lagi oleh praktikum kimianya. Dan sekarang, semester keempat. Saya mulai merasakan lelah. Di samping saya baru selesai PKL di RSUD Kota Depok dan harus menyusun laporan berdua dengan teman saya Nayung. Saya harus menempuh Ujian Tengah Semester tanpa penjelasan terlebih dahulu dari masing-masing pengajar. Saya lelah bukan main, laporan PKL saya belum selesai. Masih harus 2x revisi lagi lalu ditambah dengan UTS yang saya harus belajar lebih keras karna pelajarannya sama sekali belum saya mengerti sepenuhnya. Saya sedih bukan main ketika hasil dibagikan. Nilai saya pas-pasan. Sama sekali tidak membuat saya senang. Memang tidak semua nilai saya hancur. Masih banyak juga nilai saya yang sempurna walau tanpa di ajari guru-guru saya. Tapi saya telah membuat orangtua saya sedih. Jujur. Saya mulai stres.

Lalu minggu-minggu ini guru-guru saya mulai bercerita tentang pengalaman ujian kakak kelas yang sulit. Dari 6 ujian yang terdiri dari UPK, TPP, US, UPS, UN & UNKK. UPK & TPP adalah yang paling sulit. Di sana akan di tentukan apakah saya sebagai seorang siswi farmasi. Berhak atau tidak mendapatkan STRTTK (Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknisi Kefarmasian). Sertifikat ini SANGAT PENTING untuk saya dan siswa/i farmasi lainnya untuk mencari pekerjaan. Kalau kami tidak lulus UPK&TPP, kami harus mengulang ujian di Bogor dengan tambahan biaya hampir 800rb. Saya langsung mendengar berita itu dari guru saya. Saya takut. Saya mulai terbebani. Saya tidak mau mengecewakan orangtua dan guru-guru saya. Bayangkan saja, kemarin nilai saya ada yang hanya dapat 70. Guru pengajaranya langsung menghampiri saya, bertanya "Ami ada apa dengan nilaimu? Itu kecil sekali," subhanallah. Farmasi benar-benar keras.

Saya mau bercerita sedikit tentang perasaan saya saat ini.
Jujur, saya ingin memutar waktu. Kembali ke pemilihan penjuruan SMA/SMK. Seandainya bisa, saya akan mengambil SMA Negeri di kota saya. Kebetulan NEM saya waktu itu sangat cukup untuk masuk SMA Negeri. Tapi saya & orangtua saya memilih untuk mengambil SMK Farmasi. Seandainya lagi, saya masuk SMA, saya akan mengambil jurusan IPA dan kuliah di Sastra. Saya benar-benar mulai pusing dengan farmasi. Padahal sebenarnya, pengalaman saya PKL. Sekolah dan kerja sangat jauh berbeda! Jauh lebih enak kerja. Tapi kenapa sekolahnya sulit sekali??????? YaAllah.

Astaghfirullahaladzim.
Saya mengeluh. Padahal saya tau, Allah menempatkan saya di SMK Farmasi karna Allah tau bahwa saya bisa! Saya jauh lebih bisa dari apa yang tidak pernah saya fikirkan. Allah selalu memberikan yang terbaik. Allah tidak mungkin memberikan kita jalan dengan kesulitan. Allah akan selalu memberi kemudahan bila seseorang menjalaninya dengan sepenuh hati.

Ya..
Mulai saat ini, saya akan kembali seperti semester-semester lainnya; tertarik dengan dunia farmasi dan menjalani dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Saya bisa!
Ingat: ALLAH SELALU MEMBERIKAN YANG TERBAIK.
Bersabar.... Ikhlas menjalankan.... Tenang..... Kerja keras..... Jalani sepenuh hati..... Dan selalu ingat orangtua dan kemanisan masa depan yang akan di peroleh.

Oke.
Semangat!

Sabtu, 02 Maret 2013

HUJAN


Hujan adalah air yang menggumpal di awan dan di turunkan ke bumi. Air itu berasal dari penguapan laut oleh matahari.

Waktu kecil, aku pengen banget mandi hujan. Tapi sayang, Umi selalu forbidden. Karena, kalau hujan aku hanya bisa berdiam diri dirumah. Little Ami adalah anak yang aktif, yang selalu bermain kesana kesini. Temannya dimana-mana. Ia tidak pernah tidur siang, tidak pernah mau. Dan kalau hujan turun, Ia hanya memandangi hujan dari jendela rumah. Ia juga suka aroma hujan di musim kemarau.

Beberapa bulan lalu, aku masih biasa saja terhadap hujan. Malah karena hujan yang selalu turun membuat aku senang akan hujan, aroma hujan, aku selaluuuu suka. Aku juga pernah hujan-hujanan sepulang dari lomba Tari Saman. Dan aku senang akan hal itu, hari itu, sore itu, hujan itu. Sungguh indah. Saat itu aku lagi putus dari Gusti, tapi Gusti selalu ada dan akan selalu ada.

Sampai pada waktu itu, hujan membuat aku dan Gusti bertengkar hebat dan membuatku tidak mau menghubunginya seharian. Karna hujan pula aku menangis. Aku pernah sampai tidak pulang kerumah juga karna hujan. Hujan juga membuat tubuhku basah, lepek, pelembap yang aku pakai pun ikut luntur karna hujan. Aku benci hujan. Sampai saat ini.

Kemarin sebelum berangkat dines malam, hujan tiba-tiba turun dengan deras. Memang, akhir-akhir ini hujan sering turun dengan mendadak dan langsung deras dan kemudian….hilang. Tidak hujan lagi.
Saat itu, aku baru sampai jembatan tanah baru, hujan langsung turun dan aku berteriak “GUSTI NEDUH!!!! AMI BENCI HUJAN!!! AMI GASUKA HUJAN!!! AMI NANGIS NIH!! CEPETANNN” aku mulai degdegan dan Gusti cuma jawab “Iya iya di Indomart sana kita neduhnya,” tidak lama kemudian, Gusti memarkir motor di depan Indomart. Aku masuk kedalam dan berharap tidak kena hujan. Aku benar-benar benci hujan.
Lima menit kemudian hujan berhenti. Aku bersama Gusti melanjutkan perjalanan. Aku masih degdegan sekaligus takut hujan turun lagi. Tapi Alhamdulillah hujan tidak turun sesampainya aku di RSUD Kota Depok.

Hujan….entah apa yang terjadi, mengetik ini pun membuatku degdegan mengingat hujan. Aku benar-benar tidak suka hujan. Sangat menyakitkan. Tetapi aroma hujan dikala panas. Aku suka. Tapi tak suka hujannya.

BLOWN AWAY



Dry lightning cracks across the skies
Those storm clouds gather in her eyes
Her daddy was a mean old mister
Mama was an angel in the ground
The weather man called for a twister
She prayed blow it down

There's not enough rain in Oklahoma
To wash the sins out of that house
There's not enough wind in Oklahoma
To rip the nails out of the past

[Chorus:]
Shatter every window 'til it's all blown away,
Every brick, every board, every slamming door blown away
'Til there's nothing left standing, nothing left of yesterday
Every tear-soaked whiskey memory blown away,
Blown away

She heard those sirens screaming out
Her daddy laid there passed out on the couch
She locked herself in the cellar
Listened to the screaming of the wind
Some people call it taking shelter
She called it sweet revenge

[Chorus:]
Shatter every window 'til it's all blown away,
Every brick, every board, every slamming door blown away
'Til there's nothing left standing, nothing left of yesterday
Every tear-soaked whiskey memory blown away,
Blown away

There's not enough rain in Oklahoma
To wash the sins out of that house
There's not enough wind in Oklahoma
To rip the nails out of the past

Shatter every window 'til it's all blown away (blown away)
Every brick, every board, every slamming door blown away (blown away)
'Til there's nothing left standing, nothing left of yesterday (blown away)
Every tear-soaked whiskey memory blown away,

Blown away, blown away, blown away, blown away, blown away


Remembering Sunday


He woke up from dreaming and put on his shoesStarted making his way past two in the morningHe hasn't been sober for days

Leaning now into the breeze remembering SundayHe falls to his knees, they had breakfast togetherBut two eggs don't last like the feeling of what he needs

Now this place seems familiar to himShe pulled on his hand with a devilish grinShe led him upstairs, she led him upstairsLeft him dying to get in

Forgive me, I'm trying to findMy calling, I'm calling at nightI don't mean to be a bother, but have you seen this girl?She's been running through my dreamsAnd it's driving me crazy, it seemsI'm gonna ask her to marry me

And even though she doesn't believe in loveHe's determined to call her bluffWho could deny these butterflies?They're filling his gut

Waking the neighbors, unfamiliar facesHe pleads though he triesBut he's only deniedNow he's dying to get inside

Forgive me, I'm trying to findMy calling, I'm calling at nightI don't mean to be a bother, but have you seen this girl?She's been running through my dreamsAnd it's driving me crazy, it seemsI'm gonna ask her to marry me

There's a neighbor said, she moved awayFunny how it rained all dayI didn't think much of it thenBut it's starting to all make sense

Oh, I can see nowThat all of these clouds are following meIn my desperate endeavorTo find my whoever, wherever she may be

I'm not coming back, I've done something so terribleI'm terrified to speak but you'd expect that from meI'm mixed up, I'll be bluntNow the rain is just washing you out of my hair

And out of my mind, keeping an eye on the worldSo many thousands of feet off the groundI'm over you now, I'm at home in the cloudsTowering over your head

Well I guess I'll go home nowI guess I'll go home nowI guess I'll go home nowI guess I'll go home

Kamis, 21 Februari 2013

Cara Melihat Tweets Archieve

Hi, you're my readers? Perfectly yes. Kali ini, aku mau berbagi Cara Melihat Tweets Archieve.

1.

Masuk ke twitter terlebih dahulu.

(Log-in to twitter first)

2.

Klik 'Settings'

(Klik 'Settings')

3.


setelah kamu klik 'Settings' biarkan loadingnya sampai selesai, jangan klik apapun tapi turunkan mouse sampai kebawah dan kamu bertemu kalimat 'Request your archieve' yang aku lingkari merah dan klik.

(after you klik 'Settings' let them loading till loading is finished, dont klik anything but scroll down your mouse until you meet the sentences 'Request your archieve' that I used to red circle and klik)

4.


setelah kamu klik 'Request your archieve' pihak twitter akan mengirim mu sebuah email. Nah, cek emailnya!

(after you klik 'Request your archieve' the twitter will send you an email. So, go check you email!)

5.


kau akan menerima email seperti ini. Lalu, kau harus klik "Go now' yang aku lingkari merah.

(you will receive the email like this. And then, you have to klik "Go now" the below that I used to red circle)

6.


'Go now' yang tadi membawamu ke tahap ini, jadi kamu harus klik 'Download'

(the 'Go now' bring you to this step, so you have klik 'Download')

7.


download di mulai...mohon tunggu sampai downloadnya selesai. Kalau sudah selesai, klik file nya.

(the download is begin.....please wait until the download is done. If has done, klik the file)

8.

dan ini dia! Klik dua kali terhadap file yang '....html'

(and this is. Double klik the file that have '....html')

9.


dan SELESAI!!! Stepnya sudah selesai! Dan inilah tweet pertamaku. Apa tweet pertamamu?

(and DONE!!! The step is complete! And this is my first tweet. What's your first tweet?)


Silahkan mencoba! Lucky guy!

Selasa, 19 Februari 2013

The Story of Us

Aku fikir aku udah pernah post lagu ini. Tapi ternyata masih di draft aku edit deh jadinye, huehehehe.


I used to think one day we'd tell the story of us,
How we met and the sparks flew instantly,
People would say, "They're the lucky ones."
I used to know my place was a spot next to you,
Now I'm searching the room for an empty seat,
'Cause lately I don't even know what page you're on.

Oh, a simple complication,
Miscommunications lead to fall-out.
So many things that I wish you knew,
So many walls that I can't break through.

Now I'm standing alone in a crowded room and we're not speaking,
And I'm dying to know is it killing you like it's killing me, yeah?
I don't know what to say, since the twist of fate when it all broke down,
And the story of us looks a lot like a tragedy now.

Next chapter.

How'd we end up this way?
See me nervously pulling at my clothes and trying to look busy,
And you're doing your best to avoid me.
I'm starting to think one day I'll tell the story of us,
How I was losing my mind when I saw you here,
But you held your pride like you should've held me.

Oh, I'm scared to see the ending,
Why are we pretending this is nothing?
I'd tell you I miss you but I don't know how,
I've never heard silence quite this loud.

Now I'm standing alone in a crowded room and we're not speaking,
And I'm dying to know is it killing you like it's killing me, yeah?
I don't know what to say, since the twist of fate when it all broke down,
And the story of us looks a lot like a tragedy now.
This is looking like a contest,
Of who can act like they care less,
But I liked it better when you were on my side.
The battle's in your hands now,
But I would lay my armor down
If you said you'd rather love than fight.
So many things that you wished I knew,
But the story of us might be ending soon.
Now I'm standing alone in a crowded room and we're not speaking,
And I'm dying to know is it killing you like it's killing me, yeah?
I don't know what to say, since the twist of fate when it all broke down,
And the story of us looks a lot like a tragedy now, now, now.
And we're not speaking,
And I'm dying to know is it killing you like it's killing me, yeah?
I don't know what to say, since the twist of fate 'cause we're going down,
And the story of us looks a lot like a tragedy now.

The end