Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan

College Life Part 5 (Ending)



Fahri POV’s

Rasanya jantung gue kayak mau lepas dari tempatnya. Deg-degan bukan main! Entah kenapa, gue yakin banget akan segera mendapatkan perhatian Ana –mendapatkan cinta? Hmm perhatian dulu deh. Karena menurut gue, berawal dari perhatian maka akan menjadi suatu pengertian yang menjelma menjadi cinta.

Gue gak tau udah sejak kapan perasaan ini muncul. Yang gue tau, makin hari, dia makin menarik. Makin ngebuat jantung gue gak bisa diem. Rasanya pengen nyapa, tapi gue malu –iya, gue tau gue cowok, tapi tetap aja gak berani. Maka dari itu gue mulai dari Whatsapp Ana jam 2 pagi berisi…

“Hai, Ana. Ini gue Fahri temen sekelas lo, tau kan? Gue mau deket sama lo, boleh gak?”

Gak deh jangan kayak gitu, gue harus lebih cool. Akhirnya gue apus, dan gue bikin yang baru.

“Eh, gue Fahry temen sekelas lo!”

Anjir gue kayak ngajak berantem. Gimana, ya enaknya?

Setelah beberapa lama gue nyari kata-kata, berakhirlah dengan satu kata beserta satu nama:

“Ana..”

Cukup cool, kan ya? Gue anggap iya.

Akhirnya dengan harap-harap cemas gue nungguin balasan dari Ana. Sejujurnya gue gak ngarep jawaban cepet sih karena udah jam dua  pagi juga, gue tau diri. Kalau kalian protes, maaf-maaf aja nih, keberanian gue baru keluar jam dua pagi soalnya.

Saat hendak beranjak tidur, tiba-tiba hp tersayang gue bunyi! Dengan sigap gue langsung ngambil hp yang gak jauh dari tempat gue gegoleran. Dan yes!

‘LINE Let’s Get Rich!’

Anjrit! Gue pikir dari Ana! Soalnya ringtone nya gue samain semua sih!

Gue langsung lemes dan benar-benar niat buat tidur. Tapi gak lama kemudian, hp gue bunyi lagi. Dengan males karena gue tau itu kiriman Clover lagi, gue beneran tidur deh. Semoga besok pagi Clover gue penuh.

 ANA POV’s

Kok nyebelin banget ya pemilik nomer yang baru aja ngehubungin aku? Padahal ‘last seen’ nya belum lama tapi gak di read-read juga. Foto Whatsapp nya Tsunade sang Hokage di serial anime Naruto lagi. Pasti dia Ecchi!

Duh, malem-malem malah mikirin yang enggak-enggak. Udahlah daripada gak tidur-tidur karena penasaran mending aku tidur lagi.

Eh tunggu. Serial anime Naruto? Tsunade? Mungkinkah itu Remy?

Ah, gak mungkin. Pasti dia sudah block aku di berbagai sosial medianya karena dia udah gak tertarik dan gak suka padaku. Jujur, aku merasa sangat perih merasakannya. Aku jadi berniat tidak akan pernah lagi berbicara padanya di kelas.

Tanpa terasa tetesan air yang terasa hangat pun menetes di pipiku. Dan aku pun terlelap dalam mimpi.

REMY POV’s

Sumpah gue gak tau harus neghubungin Ana gimana! Biasany setiap pulang kampus, gue selalu nanya apakah dia udah sampe rumah? Dan ngenarsis ria apakah hari itu gue lagi tampan? Shit! Gue jadi kangen! Karena kalau gue ngenarsis ria, dia bakalan masang emoticon atau sticker-sticker bête plus mual yang lucu dan ngegemesin banget!

Gue bener-bener bisa bayangin gimana ekspresi dia kalau seandainya gue ngomongin hal itu secara live.

Duh yaampun, kenapa semua kontak Ana bisa hilang sih?!

Normal POV’s – Kelas

Ana duduk di row pertama paling pojok dekat pintu. Seakan-akan mem-blok semua hal yang ada, Ana meletakkan headset di telinganya dan membaca novel yang sangat tebal. Sejujurnya bagi siapapun yang memperhatikan Ana dengan jeli, pasti sadar kalau Ana tidak betul-betul membaca novel itu.

Tiba-tiba Ana menegang kala mendengar pintu berdecit beserta aroma manis yang tak asing baginya. Tidak, Ana tidak mau melihat siapa yang datang karena dia tau bahwa disitulah Remy ada. Remy pun memperhatikan Ana sekilas dan berjalan menuju singgahsana favoritnya.

Disana, sudah tampak Fahry yang sedang membaca berbagai catatan karena takut nanti ditanya-tanya oleh dosen yang menurutnya killer.

Sudah tiga SKS berlalu namun Remy hanya memperhatikan Ana dari jauh. Ana pun hanya memandang sekilas dan seringkali pandangan mereka bertemu. Berani taruhan jantung mereka saling bersautan layaknya genderang mau perang?

Ya, terkadang cinta itu mudah diungkapkan. Hanya lewat pandangan dan tatapan tajam sekilas saja orang-orang yang bersangkutan pasti merasakan getaran itu.

Saat menuju pergantian mata kuliah, Ana melihat ponselnya dan didapati pesan dari nomer tak dikenal yang menghubunginya semalam. Ana tersenyum melihatnya begitu tau kalau itu adalah teman sekelasnya, Fahri, dan bukan orang asing yang menjengkelkan.

Dengan percaya diri karena hanya menganggap Fahri teman biasa, Ana pun menyapa Fahri saat Fahri berjalan di hadapan Ana.

“Hey, Fahri. Kenapa semalem chat gue?”

Fahri sejujurnya sangat kaget dengan sapaan Ana hari itu. Dirinya tak pernah membayangkan hari itu akan terjadi di hari ini.

“Oh, hey. Nyapa doang, sih. Soalnya lo abis berisik di grup, hehe.” Kata Fahri canggung.

“Ooo hahaha sorry kalau ganggu ya. Maklum, hp sepi, jadi bikin rame deh.” Kata Ana tertawa lepas.

“Eh, enggak kok gak ganggu. Kalau hp lo sepi, gue bisa ramein, hehe” kata Fahri masih kaku.

“Gak perlu repot-repot! Haha, tapi makasih ya!”

“Iya, hehe.”

Kecanggungan pun menyelimuti mereka berdua. Entah siapa yang mau meninggalkan tempat terlebih dahulu, yang jelas Fahri tidak ingin momen itu berakhir. Hingga akhirnya yang tidak di inginkan Fahri pun terjadi yaitu Remy muncul menarik dirinya.

REMY POV’s

Jadi ceritanya gue abis dari toilet buang hajat. Lalu, gue nyari Fahri gak ketemu-temu tapi sekalinya ketemu, doi bikin gue panas lantaran lagi cekikikan sama gebetan gue di lorong. Tanpa pikir panjang, gue pun narik Fahri.

“Eh, Ri. Lo punya kontak Ana?” Tanya gue hati-hati.

“Hmm kenapa emang?” Fahri malah nanya balik sambil salah tingkah.

“Tadinye gue punya kontak dia tapi masa tiba-tiba ilang!”

“Emang buat apa kontaknya?” Tanya Fahri sinis.

“Buat… buat apa aja lah. Lo punya kan? Bagi dong!”

“Lo suka sama dia? Ngaku aja!” Fahri mulai menjengkelkan.

“Eh gue cuma minta kontaknya ya bukan berarti gue suka!”

Tiba-tiba gue sadar kalau Ana ada dibelakang gue sedari tadi. Ya Tuhan! Air wajahnya kenapa?  Kenapa dia terlihat sangat kecewa dan sedih?

Normal POV’s

Ana sudah lama mendengar percakapan yang terjadi antara Fahri dan Remy. Dirinya berpura-pura sibuk mencari sesuatu agar bisa mendengar percakapan mereka lebih lama. Namun, yang Ana dapatkan hanyalah rasa pedih yang entah kenapa ia rasakan menjalar dari hati hingga keseluruh darahnya.

Perih. Hanya itu yang bisa ia rasakan ketika mendengar Remy berkata

“Eh gue cuma minta kontaknya ya bukan berarti gue suka!”

Entah itu pernyataan jujur atau bukan, menurut Ana, yang jelas tak sepatutnya Remy berbicara keras-keras seperti itu. Ana pun langsung berjalan cepat dengan ponsel di genggamannya. Ana bisa merasakan pandangan Remy yang menusuk punggungnya.

Meski rada lola, akhirnya Remy memutuskan untuk mengejar Ana.

“Eh Fahri, gue gak tau masalah lo apa sama gue. Yang jelas gue gak suka cara lo mempermainkan gue kayak gini. Kalau emang dari awal lo gak mau ngasih kontak Ana ke gue gara-gara lo ngerasa tersaingi, bilang aja kalau lo juga naksir Ana! Bye bro. Cukup tau gue sama lo!”

Fahri gelagapan, bingung harus bagaimana ketika melihat Remy mengejar Ana bagaikan mengejar cinta. Bagaimana kalau misalnya Remy mengatakan cintanya dan kemudian di terima oleh Ana? Hanya itulah yang ada dibenak Fahri. Namun, ia terlalu kaku dan tidak tau harus bagaimana. Baginya saat ini, kalau memang Ana adalah jodohnya, mereka akan dipertemukan dan dipersatukan.

***

(Di lobby)

“Halo, saya Ana dari semester 1. Saya mau daftar seminar. Kemarin sudah menghubungi contact personnya kok.” Ucap Ana berwibawa di stand pendaftaran seminar.

“Oh? Kamu Ana? Senang bertemu denganmu! Saya Gerry contact person yang kamu hubungi!” Gerry tersenyum jail dengan Ana.

Ana pun mulai risih dan segera meminta form registrasi seminar.

Remy yag menyadari keganjenan Gerry pun langsung mendekati Ana dan menggenggam tangannya.

“Ana, gue mau ngomong sebentar.” Ucap Remy serius.

Ana langsung kaget dan jantungnya menari kegirangan akibat hangatnya tangan Remy yang menyentuh kulit lembutnya. Remy pun merasakan demikian, dia optimis akan mendapatkan hati Ana hari ini meski dirinya grogi hampir gila!

Setelah berjalan beberapa lama, akhirnya Remy menghentikan langkah di danau belakang perpustakaan. Saat itu matahari sedang bertengger cantik nan menawan panasnya diatas kepala mereka. Namun, mereka tidak merasakan sengatan matahari itu lantaran pohon setengah rindang yang menanungi mereka.

Dengan tatapan penuh arti, Remy menatap Ana tajam. Tangan mereka pun masih belum terlepas dan terlihat seperti tidak mau terlepas.

Setelah kebisuan yang melanda, akhirnya Remy mengucapkan sebuah kalimat yang sangat cepat. Namun intinya bisa ditangkap Ana.

“Gue suka sama lo! Mau gak jadi pacar gue? Gue tau ini terlalu cepet tapi saingan gue makin banyak dan gue mau ikat lo langsung sekarang! Gue gakmau main-main lagi.” Kata Remy dengan satu tarikan nafas.

“Maaf? Pelan-pelan dong ngomongnya.” Pinta Ana malu-malu meski ia sudah mendengar inti dari pernyataan Remy.

Remu tersenyum melihat wajah Ana yang memerah dan entah kenapa, Remy langsung merengkuh pipi kemerahan Ana dan mendekatkan wajahnya dengan Ana. Dan yang didekati pun hanya terdiam terbawa suasana hingga akhirnya angina semilir memainkan rambut mereka ditengah kecupan mesra pasangan baru yang sedang dimabuk cinta.

The End.

SIMILAR POSTS

College Life Part 4



ANA POV’s

Duduk di row 3 sebenarnya bukanlah keinginanku. Hanya itulah tempat tersisa yang seakan-akan dipersiapkan untukku. Salahku juga sih karena tadi ke toilet dulu. Saat aku sedang menyiapkan berbagai file keperluan mata kuliah hari ini, aku tiba-tiba menoleh lantaran Remy yang tergesa-gesa menutup pintu kelas dengan kasar.

Hanya sepintas, namun bisa kulihat matanya tertuju padaku. Bukan geer, tapi jujur saja, aku mulai yakin kalau dia suka padaku. Bisa dicek sendiri bagaimana dia intensnya mendekati diriku lewat chat yang kami lakukan. Pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan memang tidak terlalu kentara tapi keliatan lah kalau dia memang sedang mendekatiku.

Atau aku hanya baper?

Atau jangan-jangan, aku yang mulai menyukainya? Apparently no…

Remy duduk dibelakang serong sebelah kananku. Ia duduk dengan temannya, Fahri. Aku tidak dekat dengannya dan tidak ingin dekat.

Dosen pun memasuki kelas dan memulai materi hari ini. Dengan suasanya kelas yang panas, aku pun menguncir rambutku. Entah darimana sayup-sayup aku dengar ada suara yang berkata,

“Itu Ana?”

“Iya, kenapa? Lo suka?”

“Ah, enggaaaaak!”

Jleb. Aku kenal itu suara Remy. Kenapa dia begitu ya? Jujurkah? Atau memang malu?
Dalam hati, aku merutuk si penanya yang aku tidak bisa menebak siapa orangnya. Kini, aku merasa Remy benar-benar tidak menyukaiku dari suara tegasnya. Padahal baru saja aku berbangga-bangga kalau dia menyukaiku.

Rasa perih pun menerjap seluruh tubuhku. Dan aku kehilangan konsentrasi materi hari ini.

FAHRI POV’s

Rasanya lega banget saat gue denger kalau Remy dengan tegas gak suka dengan Ana. Entah itu jujur atau bukan, gue sejujurnya gak peduli. Toh, gue udah menghapus kontak Ana dari handphone Remy. Gue bener-bener berharap mereka gak bisa deket lagi. Dan semoga aja rencana gue berhasil.
Sepertinya hari ini adalah hari keberuntungan gue. Karena, gue pun berhasil satu kelompok dengan Ana! Yes! Gue seneng bukan main! Gue harus kembali menyusun rencana bagaimana caranya agar Ana beralih ke gue.

REMY POV’s

Saat pembagian kelompok, gue bener-bener berharap bisa satu kelompok dengan Ana. Tapi sayang, Fahri lagi hoki bisa satu kelompok dengan cewek independen dan cerdas seperti Ana. Gak apa-apa sih, gue juga independen dan cerdas kok –kalau ngebohong.

Hari-hari di kampus pun gue jalani seperti biasa. Tapi, ada sesuatu yang ngeganjel saat gue liat senyum Ana hari itu. Gue akui, senyumnya memudar. Paitnya, pudar senyumnya hanya kalau sama gue. Entah kenapa, hari itu juga gue ngerasa Ana ngejauhin gue. Setiap pertanyaan yang gue ajuin, dia hanya mengangguk ataupun menggeleng.

Buset dah mulutnya kaga dipake apa! Perlu gue ajarin pake mulut gue juga?

Eits, jangan mesum, Remy. Wanita itu bagaikan bahan antik yang harus dijaga. Sekali ternoda, nodanya akan membekas sangat dalam dan susah hilangnya. Ya, begitulah kira-kira wanita menurut gue.

Setibanya dirumah, gue pun akhirnya mencari kontak Ana untuk menghubunginya.

Tapi, kok gak ada?

ANA POV’s

Rasa sakit ini masih terus berasa. Ditambah, Remy sama sekali gak menghubungiku sepulang kampus. Untuk keagresifannya sih, masih. Dia masih suka nanya-nanya yang gak penting. Tapi, aku mau mencoba ‘jual mahal’ (lagian masih sakit hati juga sih) dengan menjawab pertanyaannya sekenanya.

Jujur, sakit banget rasanya begitu tau kalau dia berkata enggak saat ada yang bertanya apakah dia menyukaiku? Aku gak berharap dia cinta karena cinta akan datang setelah 4bulan rasa suka muncul. Dan sayang akan datang setelah 4tahun mencinta –guruku pernah berkata begitu.

Tunggu, kenapa aku merasa sakit? Kenapa aku membicarakan cinta? Apakah aku mulai menyukainya?


Enggak, gak boleh. Harus dia duluan yang suka padaku!

Aku melihat jam dan tidak berasa aku sudah 5 jam menyetel lagu-lagu di playlistku dengan harapan Remy akan menghubungiku. Saat aku hendak melepas headset dan beranjak tidur –ngomong-ngomong saat itu sudah jam 2 dini hari, bayangkan besok aku ada kelas pagi! Tiba-tiba, ada nomer asing yang menghubungiku.

“Ana..”

To be continue

SIMILAR POSTS

Ini Dilanku 1990



Dilan. Sebuah buku karya Pidi Baiq yang jelas hasil rangkaian beliau sangat menawan dan menyejukkan hati. Bagaimana beliau membuat karakter Dilan seorang yang pintar sekaligus bandel namun memiliki jiwa sastra yang bisa dibilang, sangat jarang. Pemilihan kosa kata sosok Dilan untuk Milea sangat tak terdua. Dengan humor yang bikin mikir, jelas Pidi Baiq sekali lagi sangat memukau. Dari 330 halaman Dilan 1990, ada beberapa kata yang dilontarkan Dilan sangat menyentuh kalbu. Ini untukmu:

“Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tau kalau sore. Tunggu aja.”

Surat untuk Milea:
“Pemberitahuan: Sejak sore kemaren, aku sudah mencintaimu –Dilan!”

Dilan ke teman cowok Milea:
“Kamu tau gak?  Aku mencintai Milea. Tapi, malu kalau bilang.” Shit disampingnya itu Milea!! Trus kata temannya itu, “Dia denger kan?” dan dijawab “Mudah-mudahan.”

“Kalau aku gak datang (kerumahmu) karena takut ayahmu, aku pecundang.”

“Aku ramal, nanti kamu akan jadi pacarku!”

“Risiko tinggi mencintaimu”

“Selamat ulang tahun, Milea. Ini hadiah untukmu, Cuma TTS (Teka-teki silang). Tapi sudah kuisi 
semua. Aku sayang kamu, aku tidak mau kamu pusing karena harus mengisinya. –Dilan!”

“Aku pacaran dengan Beni karena dulu belum tau bahwa di dunia ini ada Dilan!” –Milea.

“Jangan pernah bilang ke aku ada yang menakitimu. Nanti, besoknya, orang itu akan hilang!”
-Milea sakit didatangi tukang pijit sama Dilan!-

“Malam ini kalau mau tidur jangan ingat aku ya! Tapi, kalau mau, silahkan.”

“Lagian menurutku, Beni tidak mencintaiku. Beni lebih mencintai dirinya sendiri, yang ingin puas dengan mendapatkan diriku, dengan memiliki diriku, menguasai diriku!” –Milea

“Kalau kamu merasa tidak kuperhatikan, maaf, aku sibuk memantau lingkunganmu, barangkali ada orang mengganggumu, kuhajar dia!”

“Tugasku membuatmu senang.”

“Tidak mencintai, tidak berarti membenci.”

“Cemburu gak?” “Jangan. Nanti kamu repot.”

“Jangan tertawa. Ketawamu bagus, nanti dia suka.”

“Cemburu itu hanya untuk mereka yang sedang tidak percaya diri. Dan sekarang, aku sedang tidak percaya diri.”

“Jangan rindu. Berat. Kau takan kuat, biar aku saja.”

“Cinta sejati adalah kenyamanan, kepercayaan dan dukungan. Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli.”

Cukup baper? Because I did! Have a nice day!

SIMILAR POSTS

College Life Part 3


Fahri POV’s


Entah kenapa sejak awal pendaftaran, gue udah liat cewek itu. Sempat intip-intip namanya, dan namanya Ana, ya. Dan gue gak nyangka, akan sekelas dengannya. Jodoh kah?

Ana Wafirna, anak pertama dari dua bersaudara. Saat pertama kali lihat dia, dia seperti tidak suka dengan perkuliahan disini, namun lama-lama sifat aslinya mulai muncul dan ternyata dirinya sangat ceria, ya, gak se-kaku yang gue bayangin.

Gue Fahri, seharusnya gue udah kuliah semester 3 sekarang. Namun karena gue gak suka sama jurusan  yang dulu gue ambil, gue memilih untuk mengulang di jurusan yang baru dan begitu mengetahui ada cewek sesempurna Ana, gue sadar seharusnya gue bisa sama cerdasnya dengan dirinya biar dia tau dan notice gue kalau gue ‘tuh sebanding dengan dirinya.
Gue mungkin gak se-keren Remy dan gak bisa se-agresif dia, tapi faktanya, gue mau bisa deket dengan Ana. Tapi, gimana caranya? Jujur aja, sih, gue cemburu abis kalau liat Remy dekat dengan Ana. Apa yang harus gue lakuin agar mereka tidak dekat lagi, ya?
“Hoy, ngelamun aja lo!”
Gue yang sedang memainkan pulpen tiba-tiba dikagetkan dengan kehadiran Remy yang sedang menggenggam ponselnya. Saat melihat ponsel Remy, tiba-tiba gue kepikiran sesuatu.
“Eh, men, hp gue gak pulsa nih, boleh pinjem SMS gak?”
Ana POV’s

Remy jalan bersandingan denganku, entah mengapa, ada aroma manis nan menenangkan ditubuhnya yang membuatku ingin terus bersamanya. Dengan balutan celana jeans, kemeja berwarna hitam dan jaket berwarna abu-abu yang ia kenakan, membuat Remy sangat enak dipandang. Apalagi mata bulatnya sangat indah –tunggu, apa yang aku bilang? Indah? Enak dipandang? Ingin bersamanya? Duh, ngawur!

Tanpa terasa aku pun memperlambat langkahku. Aku ingin lebih lama berjalan bersandingan dengannya meski tidak ada satu katapun yang terucap dari bibir kami berdua. Seketika, aku ingin melihat penampilanku hari ini. Tanpa berkata padanya, aku langsung berbelok kearah toilet.
Toilet di siang hari rupanya tak seramai yang aku pikirkan. Dengan percaya diri aku melihat diriku di cermin besar yang memperlihatkan setiap lekuk tubuhku. Cukup dengan kemerja berwarna putih, jeans hitam dan balutan kalung aku merasa cukup percaya diri. Lalu, aku menambah polesan lipstick dibibirku.

Hey wait, kenapa aku segenit ini??

Remy POV’s


Tadinya gue jalan bareng Ana menuju kelas. Aroma tubuhnya semerbak banget, coy. Bikin gue betah nempel sama dia. Gaya simpelnya juga minta banget digandeng tapi gue harus tahan diri nanti dia malah ilfeel sama gue. Duh, jangan sampe deh!

Saat gue memasuki kelas, gue ngeliat sohib baru gue si Fahri ngelamun mainin pulpen kayak orang naber, tapi sayangnya saat gue kagetin dia, dia gak naber sih.
“Eh, men, hp gue gak pulsa nih, boleh pinjem SMS gak?”
Tentu saja sebagai sohib yang baik dan tidak sombong serta rajin menabung pulsa –gue jomlo men gak ada yang SMS gue, gue pinjemin deh.
“Okay, nih pake aja sesuka hati lo,”
Tiba-tiba gue inget belum pinjem buku ke perpus padahal kelas 15 menit lagi mulai, gue harus buru-buru nih.
“Btw, Ri, gue tinggal bentar ya belom pinjem buku ke perpus nih mati lah gue gak boleh masuk kelas entar!”
“Oh, iya iya Rem! Cepet ye!” kata Fahri mengingatkan.
“Sip! Nanti kalo udah kelar balikin aja ke tas gue!”
Fahri pun mengangguk patuh layaknya hewan peliharaan gue.

Normal POV’s


Ana pun keluar dari toilet dan mendapati Remy tengah berlari melewati dirinya. Aroma tubuh Remy pun tercium nan menenangkan untuknya.
Kenapa cowok bisa se-wangi itu sih? Bikin melting! Ucap Ana dalam hati.
Ana pun melihat jam yang menggantung indah ditangan kecilnya, ia melihat kalau kelas akan mulai 15 menit lagi, ia langsung bergegas menuju kelas. Ana pun duduk di row ke 3 lantaran di tempat itu masih ada satu kursi kosong yang tersisa. Sejujurnya ia ingin merasakan duduk di row ke 4 namun ia menghindari tempat paling belakang di kelas karena disanalah Remy duduk. Ana takut tidak fokus nantinya.

Fahri pun celingukan melihat sekeliling ketika ia menghirup aroma tubuh Ana yang semerbak wanginya dan ia pun mendapati Ana sudah duduk manis di serong sebelah kanannya. Wajah putihnya memerah lantaran sengatan matahari siang. Fahri pun mengecek aplikasi BBM yang ada di ponsel Remy.

Sejujurnya, dirinya meminjam ponsel Remy bukan untuk mengirim SMS tapi ia penasaran sedekat apa Remy dengan Ana. Saat di cek, ternyata begitu panjang dan banyak isi chatting mereka yang dilakukan rutin setiap hari.

Dengan suasana kelas yang panas dan hatinya yang mendadak panas, tanpa pikir panjang Fahri pun mengakhiri obrolan yang dilakukan Remy dan Ana di BBM. Ia pun langsung membuka kontak Ana disana, dan mengklik tulisan delete contact.

To be continue….

SIMILAR POSTS

Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Oktober 2015

College Life Part 5 (Ending)



Fahri POV’s

Rasanya jantung gue kayak mau lepas dari tempatnya. Deg-degan bukan main! Entah kenapa, gue yakin banget akan segera mendapatkan perhatian Ana –mendapatkan cinta? Hmm perhatian dulu deh. Karena menurut gue, berawal dari perhatian maka akan menjadi suatu pengertian yang menjelma menjadi cinta.

Gue gak tau udah sejak kapan perasaan ini muncul. Yang gue tau, makin hari, dia makin menarik. Makin ngebuat jantung gue gak bisa diem. Rasanya pengen nyapa, tapi gue malu –iya, gue tau gue cowok, tapi tetap aja gak berani. Maka dari itu gue mulai dari Whatsapp Ana jam 2 pagi berisi…

“Hai, Ana. Ini gue Fahri temen sekelas lo, tau kan? Gue mau deket sama lo, boleh gak?”

Gak deh jangan kayak gitu, gue harus lebih cool. Akhirnya gue apus, dan gue bikin yang baru.

“Eh, gue Fahry temen sekelas lo!”

Anjir gue kayak ngajak berantem. Gimana, ya enaknya?

Setelah beberapa lama gue nyari kata-kata, berakhirlah dengan satu kata beserta satu nama:

“Ana..”

Cukup cool, kan ya? Gue anggap iya.

Akhirnya dengan harap-harap cemas gue nungguin balasan dari Ana. Sejujurnya gue gak ngarep jawaban cepet sih karena udah jam dua  pagi juga, gue tau diri. Kalau kalian protes, maaf-maaf aja nih, keberanian gue baru keluar jam dua pagi soalnya.

Saat hendak beranjak tidur, tiba-tiba hp tersayang gue bunyi! Dengan sigap gue langsung ngambil hp yang gak jauh dari tempat gue gegoleran. Dan yes!

‘LINE Let’s Get Rich!’

Anjrit! Gue pikir dari Ana! Soalnya ringtone nya gue samain semua sih!

Gue langsung lemes dan benar-benar niat buat tidur. Tapi gak lama kemudian, hp gue bunyi lagi. Dengan males karena gue tau itu kiriman Clover lagi, gue beneran tidur deh. Semoga besok pagi Clover gue penuh.

 ANA POV’s

Kok nyebelin banget ya pemilik nomer yang baru aja ngehubungin aku? Padahal ‘last seen’ nya belum lama tapi gak di read-read juga. Foto Whatsapp nya Tsunade sang Hokage di serial anime Naruto lagi. Pasti dia Ecchi!

Duh, malem-malem malah mikirin yang enggak-enggak. Udahlah daripada gak tidur-tidur karena penasaran mending aku tidur lagi.

Eh tunggu. Serial anime Naruto? Tsunade? Mungkinkah itu Remy?

Ah, gak mungkin. Pasti dia sudah block aku di berbagai sosial medianya karena dia udah gak tertarik dan gak suka padaku. Jujur, aku merasa sangat perih merasakannya. Aku jadi berniat tidak akan pernah lagi berbicara padanya di kelas.

Tanpa terasa tetesan air yang terasa hangat pun menetes di pipiku. Dan aku pun terlelap dalam mimpi.

REMY POV’s

Sumpah gue gak tau harus neghubungin Ana gimana! Biasany setiap pulang kampus, gue selalu nanya apakah dia udah sampe rumah? Dan ngenarsis ria apakah hari itu gue lagi tampan? Shit! Gue jadi kangen! Karena kalau gue ngenarsis ria, dia bakalan masang emoticon atau sticker-sticker bête plus mual yang lucu dan ngegemesin banget!

Gue bener-bener bisa bayangin gimana ekspresi dia kalau seandainya gue ngomongin hal itu secara live.

Duh yaampun, kenapa semua kontak Ana bisa hilang sih?!

Normal POV’s – Kelas

Ana duduk di row pertama paling pojok dekat pintu. Seakan-akan mem-blok semua hal yang ada, Ana meletakkan headset di telinganya dan membaca novel yang sangat tebal. Sejujurnya bagi siapapun yang memperhatikan Ana dengan jeli, pasti sadar kalau Ana tidak betul-betul membaca novel itu.

Tiba-tiba Ana menegang kala mendengar pintu berdecit beserta aroma manis yang tak asing baginya. Tidak, Ana tidak mau melihat siapa yang datang karena dia tau bahwa disitulah Remy ada. Remy pun memperhatikan Ana sekilas dan berjalan menuju singgahsana favoritnya.

Disana, sudah tampak Fahry yang sedang membaca berbagai catatan karena takut nanti ditanya-tanya oleh dosen yang menurutnya killer.

Sudah tiga SKS berlalu namun Remy hanya memperhatikan Ana dari jauh. Ana pun hanya memandang sekilas dan seringkali pandangan mereka bertemu. Berani taruhan jantung mereka saling bersautan layaknya genderang mau perang?

Ya, terkadang cinta itu mudah diungkapkan. Hanya lewat pandangan dan tatapan tajam sekilas saja orang-orang yang bersangkutan pasti merasakan getaran itu.

Saat menuju pergantian mata kuliah, Ana melihat ponselnya dan didapati pesan dari nomer tak dikenal yang menghubunginya semalam. Ana tersenyum melihatnya begitu tau kalau itu adalah teman sekelasnya, Fahri, dan bukan orang asing yang menjengkelkan.

Dengan percaya diri karena hanya menganggap Fahri teman biasa, Ana pun menyapa Fahri saat Fahri berjalan di hadapan Ana.

“Hey, Fahri. Kenapa semalem chat gue?”

Fahri sejujurnya sangat kaget dengan sapaan Ana hari itu. Dirinya tak pernah membayangkan hari itu akan terjadi di hari ini.

“Oh, hey. Nyapa doang, sih. Soalnya lo abis berisik di grup, hehe.” Kata Fahri canggung.

“Ooo hahaha sorry kalau ganggu ya. Maklum, hp sepi, jadi bikin rame deh.” Kata Ana tertawa lepas.

“Eh, enggak kok gak ganggu. Kalau hp lo sepi, gue bisa ramein, hehe” kata Fahri masih kaku.

“Gak perlu repot-repot! Haha, tapi makasih ya!”

“Iya, hehe.”

Kecanggungan pun menyelimuti mereka berdua. Entah siapa yang mau meninggalkan tempat terlebih dahulu, yang jelas Fahri tidak ingin momen itu berakhir. Hingga akhirnya yang tidak di inginkan Fahri pun terjadi yaitu Remy muncul menarik dirinya.

REMY POV’s

Jadi ceritanya gue abis dari toilet buang hajat. Lalu, gue nyari Fahri gak ketemu-temu tapi sekalinya ketemu, doi bikin gue panas lantaran lagi cekikikan sama gebetan gue di lorong. Tanpa pikir panjang, gue pun narik Fahri.

“Eh, Ri. Lo punya kontak Ana?” Tanya gue hati-hati.

“Hmm kenapa emang?” Fahri malah nanya balik sambil salah tingkah.

“Tadinye gue punya kontak dia tapi masa tiba-tiba ilang!”

“Emang buat apa kontaknya?” Tanya Fahri sinis.

“Buat… buat apa aja lah. Lo punya kan? Bagi dong!”

“Lo suka sama dia? Ngaku aja!” Fahri mulai menjengkelkan.

“Eh gue cuma minta kontaknya ya bukan berarti gue suka!”

Tiba-tiba gue sadar kalau Ana ada dibelakang gue sedari tadi. Ya Tuhan! Air wajahnya kenapa?  Kenapa dia terlihat sangat kecewa dan sedih?

Normal POV’s

Ana sudah lama mendengar percakapan yang terjadi antara Fahri dan Remy. Dirinya berpura-pura sibuk mencari sesuatu agar bisa mendengar percakapan mereka lebih lama. Namun, yang Ana dapatkan hanyalah rasa pedih yang entah kenapa ia rasakan menjalar dari hati hingga keseluruh darahnya.

Perih. Hanya itu yang bisa ia rasakan ketika mendengar Remy berkata

“Eh gue cuma minta kontaknya ya bukan berarti gue suka!”

Entah itu pernyataan jujur atau bukan, menurut Ana, yang jelas tak sepatutnya Remy berbicara keras-keras seperti itu. Ana pun langsung berjalan cepat dengan ponsel di genggamannya. Ana bisa merasakan pandangan Remy yang menusuk punggungnya.

Meski rada lola, akhirnya Remy memutuskan untuk mengejar Ana.

“Eh Fahri, gue gak tau masalah lo apa sama gue. Yang jelas gue gak suka cara lo mempermainkan gue kayak gini. Kalau emang dari awal lo gak mau ngasih kontak Ana ke gue gara-gara lo ngerasa tersaingi, bilang aja kalau lo juga naksir Ana! Bye bro. Cukup tau gue sama lo!”

Fahri gelagapan, bingung harus bagaimana ketika melihat Remy mengejar Ana bagaikan mengejar cinta. Bagaimana kalau misalnya Remy mengatakan cintanya dan kemudian di terima oleh Ana? Hanya itulah yang ada dibenak Fahri. Namun, ia terlalu kaku dan tidak tau harus bagaimana. Baginya saat ini, kalau memang Ana adalah jodohnya, mereka akan dipertemukan dan dipersatukan.

***

(Di lobby)

“Halo, saya Ana dari semester 1. Saya mau daftar seminar. Kemarin sudah menghubungi contact personnya kok.” Ucap Ana berwibawa di stand pendaftaran seminar.

“Oh? Kamu Ana? Senang bertemu denganmu! Saya Gerry contact person yang kamu hubungi!” Gerry tersenyum jail dengan Ana.

Ana pun mulai risih dan segera meminta form registrasi seminar.

Remy yag menyadari keganjenan Gerry pun langsung mendekati Ana dan menggenggam tangannya.

“Ana, gue mau ngomong sebentar.” Ucap Remy serius.

Ana langsung kaget dan jantungnya menari kegirangan akibat hangatnya tangan Remy yang menyentuh kulit lembutnya. Remy pun merasakan demikian, dia optimis akan mendapatkan hati Ana hari ini meski dirinya grogi hampir gila!

Setelah berjalan beberapa lama, akhirnya Remy menghentikan langkah di danau belakang perpustakaan. Saat itu matahari sedang bertengger cantik nan menawan panasnya diatas kepala mereka. Namun, mereka tidak merasakan sengatan matahari itu lantaran pohon setengah rindang yang menanungi mereka.

Dengan tatapan penuh arti, Remy menatap Ana tajam. Tangan mereka pun masih belum terlepas dan terlihat seperti tidak mau terlepas.

Setelah kebisuan yang melanda, akhirnya Remy mengucapkan sebuah kalimat yang sangat cepat. Namun intinya bisa ditangkap Ana.

“Gue suka sama lo! Mau gak jadi pacar gue? Gue tau ini terlalu cepet tapi saingan gue makin banyak dan gue mau ikat lo langsung sekarang! Gue gakmau main-main lagi.” Kata Remy dengan satu tarikan nafas.

“Maaf? Pelan-pelan dong ngomongnya.” Pinta Ana malu-malu meski ia sudah mendengar inti dari pernyataan Remy.

Remu tersenyum melihat wajah Ana yang memerah dan entah kenapa, Remy langsung merengkuh pipi kemerahan Ana dan mendekatkan wajahnya dengan Ana. Dan yang didekati pun hanya terdiam terbawa suasana hingga akhirnya angina semilir memainkan rambut mereka ditengah kecupan mesra pasangan baru yang sedang dimabuk cinta.

The End.

Rabu, 07 Oktober 2015

College Life Part 4



ANA POV’s

Duduk di row 3 sebenarnya bukanlah keinginanku. Hanya itulah tempat tersisa yang seakan-akan dipersiapkan untukku. Salahku juga sih karena tadi ke toilet dulu. Saat aku sedang menyiapkan berbagai file keperluan mata kuliah hari ini, aku tiba-tiba menoleh lantaran Remy yang tergesa-gesa menutup pintu kelas dengan kasar.

Hanya sepintas, namun bisa kulihat matanya tertuju padaku. Bukan geer, tapi jujur saja, aku mulai yakin kalau dia suka padaku. Bisa dicek sendiri bagaimana dia intensnya mendekati diriku lewat chat yang kami lakukan. Pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan memang tidak terlalu kentara tapi keliatan lah kalau dia memang sedang mendekatiku.

Atau aku hanya baper?

Atau jangan-jangan, aku yang mulai menyukainya? Apparently no…

Remy duduk dibelakang serong sebelah kananku. Ia duduk dengan temannya, Fahri. Aku tidak dekat dengannya dan tidak ingin dekat.

Dosen pun memasuki kelas dan memulai materi hari ini. Dengan suasanya kelas yang panas, aku pun menguncir rambutku. Entah darimana sayup-sayup aku dengar ada suara yang berkata,

“Itu Ana?”

“Iya, kenapa? Lo suka?”

“Ah, enggaaaaak!”

Jleb. Aku kenal itu suara Remy. Kenapa dia begitu ya? Jujurkah? Atau memang malu?
Dalam hati, aku merutuk si penanya yang aku tidak bisa menebak siapa orangnya. Kini, aku merasa Remy benar-benar tidak menyukaiku dari suara tegasnya. Padahal baru saja aku berbangga-bangga kalau dia menyukaiku.

Rasa perih pun menerjap seluruh tubuhku. Dan aku kehilangan konsentrasi materi hari ini.

FAHRI POV’s

Rasanya lega banget saat gue denger kalau Remy dengan tegas gak suka dengan Ana. Entah itu jujur atau bukan, gue sejujurnya gak peduli. Toh, gue udah menghapus kontak Ana dari handphone Remy. Gue bener-bener berharap mereka gak bisa deket lagi. Dan semoga aja rencana gue berhasil.
Sepertinya hari ini adalah hari keberuntungan gue. Karena, gue pun berhasil satu kelompok dengan Ana! Yes! Gue seneng bukan main! Gue harus kembali menyusun rencana bagaimana caranya agar Ana beralih ke gue.

REMY POV’s

Saat pembagian kelompok, gue bener-bener berharap bisa satu kelompok dengan Ana. Tapi sayang, Fahri lagi hoki bisa satu kelompok dengan cewek independen dan cerdas seperti Ana. Gak apa-apa sih, gue juga independen dan cerdas kok –kalau ngebohong.

Hari-hari di kampus pun gue jalani seperti biasa. Tapi, ada sesuatu yang ngeganjel saat gue liat senyum Ana hari itu. Gue akui, senyumnya memudar. Paitnya, pudar senyumnya hanya kalau sama gue. Entah kenapa, hari itu juga gue ngerasa Ana ngejauhin gue. Setiap pertanyaan yang gue ajuin, dia hanya mengangguk ataupun menggeleng.

Buset dah mulutnya kaga dipake apa! Perlu gue ajarin pake mulut gue juga?

Eits, jangan mesum, Remy. Wanita itu bagaikan bahan antik yang harus dijaga. Sekali ternoda, nodanya akan membekas sangat dalam dan susah hilangnya. Ya, begitulah kira-kira wanita menurut gue.

Setibanya dirumah, gue pun akhirnya mencari kontak Ana untuk menghubunginya.

Tapi, kok gak ada?

ANA POV’s

Rasa sakit ini masih terus berasa. Ditambah, Remy sama sekali gak menghubungiku sepulang kampus. Untuk keagresifannya sih, masih. Dia masih suka nanya-nanya yang gak penting. Tapi, aku mau mencoba ‘jual mahal’ (lagian masih sakit hati juga sih) dengan menjawab pertanyaannya sekenanya.

Jujur, sakit banget rasanya begitu tau kalau dia berkata enggak saat ada yang bertanya apakah dia menyukaiku? Aku gak berharap dia cinta karena cinta akan datang setelah 4bulan rasa suka muncul. Dan sayang akan datang setelah 4tahun mencinta –guruku pernah berkata begitu.

Tunggu, kenapa aku merasa sakit? Kenapa aku membicarakan cinta? Apakah aku mulai menyukainya?


Enggak, gak boleh. Harus dia duluan yang suka padaku!

Aku melihat jam dan tidak berasa aku sudah 5 jam menyetel lagu-lagu di playlistku dengan harapan Remy akan menghubungiku. Saat aku hendak melepas headset dan beranjak tidur –ngomong-ngomong saat itu sudah jam 2 dini hari, bayangkan besok aku ada kelas pagi! Tiba-tiba, ada nomer asing yang menghubungiku.

“Ana..”

To be continue

Senin, 28 September 2015

Ini Dilanku 1990



Dilan. Sebuah buku karya Pidi Baiq yang jelas hasil rangkaian beliau sangat menawan dan menyejukkan hati. Bagaimana beliau membuat karakter Dilan seorang yang pintar sekaligus bandel namun memiliki jiwa sastra yang bisa dibilang, sangat jarang. Pemilihan kosa kata sosok Dilan untuk Milea sangat tak terdua. Dengan humor yang bikin mikir, jelas Pidi Baiq sekali lagi sangat memukau. Dari 330 halaman Dilan 1990, ada beberapa kata yang dilontarkan Dilan sangat menyentuh kalbu. Ini untukmu:

“Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tau kalau sore. Tunggu aja.”

Surat untuk Milea:
“Pemberitahuan: Sejak sore kemaren, aku sudah mencintaimu –Dilan!”

Dilan ke teman cowok Milea:
“Kamu tau gak?  Aku mencintai Milea. Tapi, malu kalau bilang.” Shit disampingnya itu Milea!! Trus kata temannya itu, “Dia denger kan?” dan dijawab “Mudah-mudahan.”

“Kalau aku gak datang (kerumahmu) karena takut ayahmu, aku pecundang.”

“Aku ramal, nanti kamu akan jadi pacarku!”

“Risiko tinggi mencintaimu”

“Selamat ulang tahun, Milea. Ini hadiah untukmu, Cuma TTS (Teka-teki silang). Tapi sudah kuisi 
semua. Aku sayang kamu, aku tidak mau kamu pusing karena harus mengisinya. –Dilan!”

“Aku pacaran dengan Beni karena dulu belum tau bahwa di dunia ini ada Dilan!” –Milea.

“Jangan pernah bilang ke aku ada yang menakitimu. Nanti, besoknya, orang itu akan hilang!”
-Milea sakit didatangi tukang pijit sama Dilan!-

“Malam ini kalau mau tidur jangan ingat aku ya! Tapi, kalau mau, silahkan.”

“Lagian menurutku, Beni tidak mencintaiku. Beni lebih mencintai dirinya sendiri, yang ingin puas dengan mendapatkan diriku, dengan memiliki diriku, menguasai diriku!” –Milea

“Kalau kamu merasa tidak kuperhatikan, maaf, aku sibuk memantau lingkunganmu, barangkali ada orang mengganggumu, kuhajar dia!”

“Tugasku membuatmu senang.”

“Tidak mencintai, tidak berarti membenci.”

“Cemburu gak?” “Jangan. Nanti kamu repot.”

“Jangan tertawa. Ketawamu bagus, nanti dia suka.”

“Cemburu itu hanya untuk mereka yang sedang tidak percaya diri. Dan sekarang, aku sedang tidak percaya diri.”

“Jangan rindu. Berat. Kau takan kuat, biar aku saja.”

“Cinta sejati adalah kenyamanan, kepercayaan dan dukungan. Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli.”

Cukup baper? Because I did! Have a nice day!

Kamis, 24 September 2015

College Life Part 3


Fahri POV’s


Entah kenapa sejak awal pendaftaran, gue udah liat cewek itu. Sempat intip-intip namanya, dan namanya Ana, ya. Dan gue gak nyangka, akan sekelas dengannya. Jodoh kah?

Ana Wafirna, anak pertama dari dua bersaudara. Saat pertama kali lihat dia, dia seperti tidak suka dengan perkuliahan disini, namun lama-lama sifat aslinya mulai muncul dan ternyata dirinya sangat ceria, ya, gak se-kaku yang gue bayangin.

Gue Fahri, seharusnya gue udah kuliah semester 3 sekarang. Namun karena gue gak suka sama jurusan  yang dulu gue ambil, gue memilih untuk mengulang di jurusan yang baru dan begitu mengetahui ada cewek sesempurna Ana, gue sadar seharusnya gue bisa sama cerdasnya dengan dirinya biar dia tau dan notice gue kalau gue ‘tuh sebanding dengan dirinya.
Gue mungkin gak se-keren Remy dan gak bisa se-agresif dia, tapi faktanya, gue mau bisa deket dengan Ana. Tapi, gimana caranya? Jujur aja, sih, gue cemburu abis kalau liat Remy dekat dengan Ana. Apa yang harus gue lakuin agar mereka tidak dekat lagi, ya?
“Hoy, ngelamun aja lo!”
Gue yang sedang memainkan pulpen tiba-tiba dikagetkan dengan kehadiran Remy yang sedang menggenggam ponselnya. Saat melihat ponsel Remy, tiba-tiba gue kepikiran sesuatu.
“Eh, men, hp gue gak pulsa nih, boleh pinjem SMS gak?”
Ana POV’s

Remy jalan bersandingan denganku, entah mengapa, ada aroma manis nan menenangkan ditubuhnya yang membuatku ingin terus bersamanya. Dengan balutan celana jeans, kemeja berwarna hitam dan jaket berwarna abu-abu yang ia kenakan, membuat Remy sangat enak dipandang. Apalagi mata bulatnya sangat indah –tunggu, apa yang aku bilang? Indah? Enak dipandang? Ingin bersamanya? Duh, ngawur!

Tanpa terasa aku pun memperlambat langkahku. Aku ingin lebih lama berjalan bersandingan dengannya meski tidak ada satu katapun yang terucap dari bibir kami berdua. Seketika, aku ingin melihat penampilanku hari ini. Tanpa berkata padanya, aku langsung berbelok kearah toilet.
Toilet di siang hari rupanya tak seramai yang aku pikirkan. Dengan percaya diri aku melihat diriku di cermin besar yang memperlihatkan setiap lekuk tubuhku. Cukup dengan kemerja berwarna putih, jeans hitam dan balutan kalung aku merasa cukup percaya diri. Lalu, aku menambah polesan lipstick dibibirku.

Hey wait, kenapa aku segenit ini??

Remy POV’s


Tadinya gue jalan bareng Ana menuju kelas. Aroma tubuhnya semerbak banget, coy. Bikin gue betah nempel sama dia. Gaya simpelnya juga minta banget digandeng tapi gue harus tahan diri nanti dia malah ilfeel sama gue. Duh, jangan sampe deh!

Saat gue memasuki kelas, gue ngeliat sohib baru gue si Fahri ngelamun mainin pulpen kayak orang naber, tapi sayangnya saat gue kagetin dia, dia gak naber sih.
“Eh, men, hp gue gak pulsa nih, boleh pinjem SMS gak?”
Tentu saja sebagai sohib yang baik dan tidak sombong serta rajin menabung pulsa –gue jomlo men gak ada yang SMS gue, gue pinjemin deh.
“Okay, nih pake aja sesuka hati lo,”
Tiba-tiba gue inget belum pinjem buku ke perpus padahal kelas 15 menit lagi mulai, gue harus buru-buru nih.
“Btw, Ri, gue tinggal bentar ya belom pinjem buku ke perpus nih mati lah gue gak boleh masuk kelas entar!”
“Oh, iya iya Rem! Cepet ye!” kata Fahri mengingatkan.
“Sip! Nanti kalo udah kelar balikin aja ke tas gue!”
Fahri pun mengangguk patuh layaknya hewan peliharaan gue.

Normal POV’s


Ana pun keluar dari toilet dan mendapati Remy tengah berlari melewati dirinya. Aroma tubuh Remy pun tercium nan menenangkan untuknya.
Kenapa cowok bisa se-wangi itu sih? Bikin melting! Ucap Ana dalam hati.
Ana pun melihat jam yang menggantung indah ditangan kecilnya, ia melihat kalau kelas akan mulai 15 menit lagi, ia langsung bergegas menuju kelas. Ana pun duduk di row ke 3 lantaran di tempat itu masih ada satu kursi kosong yang tersisa. Sejujurnya ia ingin merasakan duduk di row ke 4 namun ia menghindari tempat paling belakang di kelas karena disanalah Remy duduk. Ana takut tidak fokus nantinya.

Fahri pun celingukan melihat sekeliling ketika ia menghirup aroma tubuh Ana yang semerbak wanginya dan ia pun mendapati Ana sudah duduk manis di serong sebelah kanannya. Wajah putihnya memerah lantaran sengatan matahari siang. Fahri pun mengecek aplikasi BBM yang ada di ponsel Remy.

Sejujurnya, dirinya meminjam ponsel Remy bukan untuk mengirim SMS tapi ia penasaran sedekat apa Remy dengan Ana. Saat di cek, ternyata begitu panjang dan banyak isi chatting mereka yang dilakukan rutin setiap hari.

Dengan suasana kelas yang panas dan hatinya yang mendadak panas, tanpa pikir panjang Fahri pun mengakhiri obrolan yang dilakukan Remy dan Ana di BBM. Ia pun langsung membuka kontak Ana disana, dan mengklik tulisan delete contact.

To be continue….