Cerbung,

College Life Part 2

9:01:00 PM Fajria Anindya Utami 1 Comments



REMY POV’s

Punya dosen yang suka ngebanyol seru juga ya ternyata. Tanpa sadar pun syaraf ketawa gue terus-terusan terangsang. Tapi ngomong-ngomong, gue udah dua jam di kelas ini tapi masih belum tau nama cewek masam yang sedaritadi gue liat dia udah mulai ikutan ketawa.
Oke, gue gak begitu peduli sih sama dia.
Dan tanpa terasa kelaspun berakhir dan gue harus kembali ke habitat gue.
“Wes, Remy! Si maba baru pulang ngampus nih?” suara ngebass itu? Itu temen gue namanya Riqi. Dia dua tahun diatas gue.
Tiba-tiba kepala gue diteplak seseorang yang tak lain dan tidak bukan adalah Adi. Dia memang punya hobi teplak pala orang.
“Iya, baru balik gue. Asem nih, bagi dong!”
Temen-temen gue yang udah biasa dikodein cewek pun langsung peka sama kode yang gue berikan. Namun, tiba-tiba, dalam dua kali isapan, gue mendadak kepikiran dan penasaran, apakah si cewek masam yang masih belum gue ketahui namanya itu suka cowok perokok? Karena sepertinya, dia cewek alim nan baik-baik yang peduli dengan kesehatan.
Dan bodohnya, buat apa gue mikirin hal itu?

ANA POV’s

Aku benar-benar benci dengan orang yang merokok di kendaraan umum! Dalam perjalanan pulang dari kampus, aku pasti akan terus menaiki angkutan umum lantaran orang tuaku tidak mengizinkanku mengendarai kendaraan pribadi. Karena aku cewek, katanya, dan mereka takut akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kalau aku mengendarai kendaraan pribadi.
Berhubung orang itu lebih tua dariku, aku jadi tidak bisa menegurnya lantaran ‘ngeri’ dianggap tidak sopan. Jadilah aku hanya berpura-pura batuk didekatnya.
Tanpa terasa, akhirnya aku sampai di rumah. Aku berjalan sedikit dan memasuki pelataran rumahku. Tampak depan rumahku sih seperti rumah normal kebanyakan, namun terkadang aku takut kalau harus memasuki rumah bercat orange itu.
Oke, ini masih siang dan bokap pasti belum pulang.
Aku mengucapkan salam lalu memasuki kamarku. Aku merasa, kehidupan perkuliahan yang akan kujalani masih belum terlihat titik terang keseruannya. Tapi gak masalah sih karena tujuanku kuliah untuk menuntut ilmu bukan untuk menuntut keseruan.
Semakin larut aku berpikir, semakin aku terasa mengantuk…

Normal POV’s

Remy memarkirkan motronya di pelataran parkiran kampus yang akan menjadi saksi bisu kisah mereka berdua dan Ana pun baru saja turun dari angkutan umum yang ia naiki. Meski berada di jarak dan tempat berbeda, mereka berada di tujuan yang sama yaitu kelas.

Berhubung absen sudah dimulai, nama-nama pun sudah tercantum dan kini Remy mengetahui nama cewek yang ia anggap berwajah masam yaitu Ana.

Meski pendiam, sesungguhnya Ana adalah pengamat dan peneliti yang jeli. Meski sedikit berbicara, ia mengetahui banyak hal yang pastinya akan membuat teman-teman sekelasnya terkagum-kagum olehnya.

Dan semua terjawab saat satu minggu pertama mulai aktif perkuliahan. Remy pun menyadari bagaimana cerdasnya Ana berbicara, mengemukakan pendapatnya dan dari setiap pertanyaan yang terlontar dari bibir kecilnya terkadang sulit di cerna oleh teman-temannya.

Hingga akhirnya Remy memberanikan diri untuk menyapa Ana,


“Eh, nama lo siapa sih?” Tanya Remy spontan.
“Ana, kenapa?”
“Oh, gak apa-apa, takut salah aja,”


Dan kecanggungan pun menyelimuti mereka berdua. Ana yang sudah mengetahui nama Remy pun hanya melihatnya sekilas dan kembali berpaling. Sempat ada perasaan aneh di dada Ana, namun ia tak memperdulikannya.

Hari-hari pun berlalu dan mereka hanya bisa saling menatap dalam diam. Ana yang sadar akan kecanggungan ini pun semakin penasaran ada apa dengan Remy. Sampai akhirnya ia tertarik dan ingin mengetahui Remy lebih dalam.

Dan Ana pun memutuskan untuk memberanikan diri menyapa Remy saat mereka tengah berjalan bersama menuju luar gedung kampus,

“Rumah lu dimana, Rem?” Tanya Ana hati-hati.

“Cibinong. Kalau lu?” Remy pun kembali menanyakan pertanyaan dengan harapan percakapan ini tidak ada akhirnya.

“Loh, sama! Di sebelah mananya?”

“Gue sebelum CCM, kalau lu?”

“Yah, lumayan berarti yaaa, gue deket Setu Dora.”

“Hmm.. mau bareng? Ya sampai perempatan aja sih.” Ucap Remy hati-hati meski sebenarnya, ia ingin mengantar Ana sampai rumahnya.

“Ah, gak usah. Gue punya temen barengan kok, kapan-kapan aja kali ya kalau lagi buru-buru.” ucap Ana senang karena akhirnya ada juga pria yang mengajaknya pulang bareng, seperti di novel saja, pikirnya.

“Oh, okay.” Remy pun tersenyum.

“Okay, duluan ya!” salam perpisahan dari Ana.

Remy sepertinya enggan untuk memalingkan wajahnya. Ia tampak terkesima dengan percakapan singkat yang mereka lakukan.

“Ayo, Rem!” tiba-tiba Fahri –teman sekelas Remy- muncul dan mengajaknya saat melihat Remy tak berhenti memandang Ana.

Remy kenapa melihat Ana sampai seperti itu? Dia… suka Ana?

To be continue….

You Might Also Like

1 komentar:

  1. Lanjutkan amiiii, alurnya bagus, kalo bisa ceritanya biar complicated ya. Biar nambah seru

    BalasHapus

Rabu, 23 September 2015

College Life Part 2



REMY POV’s

Punya dosen yang suka ngebanyol seru juga ya ternyata. Tanpa sadar pun syaraf ketawa gue terus-terusan terangsang. Tapi ngomong-ngomong, gue udah dua jam di kelas ini tapi masih belum tau nama cewek masam yang sedaritadi gue liat dia udah mulai ikutan ketawa.
Oke, gue gak begitu peduli sih sama dia.
Dan tanpa terasa kelaspun berakhir dan gue harus kembali ke habitat gue.
“Wes, Remy! Si maba baru pulang ngampus nih?” suara ngebass itu? Itu temen gue namanya Riqi. Dia dua tahun diatas gue.
Tiba-tiba kepala gue diteplak seseorang yang tak lain dan tidak bukan adalah Adi. Dia memang punya hobi teplak pala orang.
“Iya, baru balik gue. Asem nih, bagi dong!”
Temen-temen gue yang udah biasa dikodein cewek pun langsung peka sama kode yang gue berikan. Namun, tiba-tiba, dalam dua kali isapan, gue mendadak kepikiran dan penasaran, apakah si cewek masam yang masih belum gue ketahui namanya itu suka cowok perokok? Karena sepertinya, dia cewek alim nan baik-baik yang peduli dengan kesehatan.
Dan bodohnya, buat apa gue mikirin hal itu?

ANA POV’s

Aku benar-benar benci dengan orang yang merokok di kendaraan umum! Dalam perjalanan pulang dari kampus, aku pasti akan terus menaiki angkutan umum lantaran orang tuaku tidak mengizinkanku mengendarai kendaraan pribadi. Karena aku cewek, katanya, dan mereka takut akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kalau aku mengendarai kendaraan pribadi.
Berhubung orang itu lebih tua dariku, aku jadi tidak bisa menegurnya lantaran ‘ngeri’ dianggap tidak sopan. Jadilah aku hanya berpura-pura batuk didekatnya.
Tanpa terasa, akhirnya aku sampai di rumah. Aku berjalan sedikit dan memasuki pelataran rumahku. Tampak depan rumahku sih seperti rumah normal kebanyakan, namun terkadang aku takut kalau harus memasuki rumah bercat orange itu.
Oke, ini masih siang dan bokap pasti belum pulang.
Aku mengucapkan salam lalu memasuki kamarku. Aku merasa, kehidupan perkuliahan yang akan kujalani masih belum terlihat titik terang keseruannya. Tapi gak masalah sih karena tujuanku kuliah untuk menuntut ilmu bukan untuk menuntut keseruan.
Semakin larut aku berpikir, semakin aku terasa mengantuk…

Normal POV’s

Remy memarkirkan motronya di pelataran parkiran kampus yang akan menjadi saksi bisu kisah mereka berdua dan Ana pun baru saja turun dari angkutan umum yang ia naiki. Meski berada di jarak dan tempat berbeda, mereka berada di tujuan yang sama yaitu kelas.

Berhubung absen sudah dimulai, nama-nama pun sudah tercantum dan kini Remy mengetahui nama cewek yang ia anggap berwajah masam yaitu Ana.

Meski pendiam, sesungguhnya Ana adalah pengamat dan peneliti yang jeli. Meski sedikit berbicara, ia mengetahui banyak hal yang pastinya akan membuat teman-teman sekelasnya terkagum-kagum olehnya.

Dan semua terjawab saat satu minggu pertama mulai aktif perkuliahan. Remy pun menyadari bagaimana cerdasnya Ana berbicara, mengemukakan pendapatnya dan dari setiap pertanyaan yang terlontar dari bibir kecilnya terkadang sulit di cerna oleh teman-temannya.

Hingga akhirnya Remy memberanikan diri untuk menyapa Ana,


“Eh, nama lo siapa sih?” Tanya Remy spontan.
“Ana, kenapa?”
“Oh, gak apa-apa, takut salah aja,”


Dan kecanggungan pun menyelimuti mereka berdua. Ana yang sudah mengetahui nama Remy pun hanya melihatnya sekilas dan kembali berpaling. Sempat ada perasaan aneh di dada Ana, namun ia tak memperdulikannya.

Hari-hari pun berlalu dan mereka hanya bisa saling menatap dalam diam. Ana yang sadar akan kecanggungan ini pun semakin penasaran ada apa dengan Remy. Sampai akhirnya ia tertarik dan ingin mengetahui Remy lebih dalam.

Dan Ana pun memutuskan untuk memberanikan diri menyapa Remy saat mereka tengah berjalan bersama menuju luar gedung kampus,

“Rumah lu dimana, Rem?” Tanya Ana hati-hati.

“Cibinong. Kalau lu?” Remy pun kembali menanyakan pertanyaan dengan harapan percakapan ini tidak ada akhirnya.

“Loh, sama! Di sebelah mananya?”

“Gue sebelum CCM, kalau lu?”

“Yah, lumayan berarti yaaa, gue deket Setu Dora.”

“Hmm.. mau bareng? Ya sampai perempatan aja sih.” Ucap Remy hati-hati meski sebenarnya, ia ingin mengantar Ana sampai rumahnya.

“Ah, gak usah. Gue punya temen barengan kok, kapan-kapan aja kali ya kalau lagi buru-buru.” ucap Ana senang karena akhirnya ada juga pria yang mengajaknya pulang bareng, seperti di novel saja, pikirnya.

“Oh, okay.” Remy pun tersenyum.

“Okay, duluan ya!” salam perpisahan dari Ana.

Remy sepertinya enggan untuk memalingkan wajahnya. Ia tampak terkesima dengan percakapan singkat yang mereka lakukan.

“Ayo, Rem!” tiba-tiba Fahri –teman sekelas Remy- muncul dan mengajaknya saat melihat Remy tak berhenti memandang Ana.

Remy kenapa melihat Ana sampai seperti itu? Dia… suka Ana?

To be continue….

1 komentar:

  1. Lanjutkan amiiii, alurnya bagus, kalo bisa ceritanya biar complicated ya. Biar nambah seru

    BalasHapus